MANADO- Demonstrasi penolakan kebijakan fifty-fifty pengoperasian angkutan kota, Senin (04/04) di Kantor Pemkot dan DPRD Kota Manado, melibatkan ratusan sopir yang membawa puluhan mikrolet di parkir depan kantor walikota.
Kordinator demonstrasi, Ghajali Jama’an, mengatakan pihaknya menolak pemberlakukan pembagian operasional angkot atau yang lebih
dikenal 50:50, karena tidak ada dasar hukumnya yang jelas.
Dirinya juga mengungkapkan seharusnya angkot diistimewakan oleh Pemkot Manado, bukan sebaliknya dianaktirikan. Padahal di kota lain seperti Jakarta, justru pemerintahnya menganjurkan warga untuk naik angkutan umum, agar kemacetan dapat dihindari.
“Sedangkan di Manado sebaliknya, Pemkot yang membatasi angkot, sedangkan plat hitam tidak pernah dilarang. Padahal sejak tahun 2000 sudah tidak ada lagi penambahan angkot,” tuturnya.
Hal yang sama juga dikatakan Hamzah Hasan yang sudah sejak 1980-an menjadi sopir angkot. Dirinya tidak habis pikir apa yang akan dilakukan Dinas Perhubungan (Dishub) Manado. “Sebaiknya untuk hidup rakyat, tidak boleh di ujicoba,” katanya.
Hanya satu yang harus dilakukan pemerintah saat ini, yaitu membatalkan program selang-seling angkot, karena nyata-nyata sangat merugikan masyarakat, terutama sopir angkot.
Sementara itu, Anggota DPRD Manado, Franklin Sinjal yang menerima demonstrasi mengatakan, pihak dewan tidak pernah membahas pembagian operasional angkot saat Dishub melakukan sharing dengan Komisi C yang merupakan mitra kerjanya. Menurutnya, setiap keputusan pemerintah terlebih dahulu harus dikonsultasikan kepada pihak dewan.
“Setiap kebijakan eksekutif menyangkut publik seharusnya dikonsultasikan dulu kepada DPRD, termasuk kebijakaan yang dikeluarkan harus memiliki payung hukum yang jelas,” tegas politisi Partai Golkar ini. (mois)