Jakarta – Gubernur DKI Jakarta, Basuki Cahaya Purnama alias Ahok menyampaikan nota pembelaan atau pleidooi pada lanjutan sidang dugaan kasus penodaan agama di Jakarta, Rabu (26/4/2017) kemarin.
Nota pembelaan pribadi pada sidang tersebut, Ahok mengatakan, kalau kita mau jujur menegakkan hukum diatas semua suku bangsa, agama, ras dan golongan, di dalam sidang semakin jelas sudah terjadi kesalahan fatal dengan memaksakan kasus yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
“Begitu jelas terungkap bahwa kasus ini, sejak awal adalah rekayasa politik dan merupakan pengadilan massa (trial by the mob) yang didalangi oleh orang-orang yang sejak lama telah membenci saya dan menolak saya dan mencap saya sebagai gubernur kafir. Mereka bahkan sudah melantik gubernur tandingan sejak tanggal 1 Desember 2014,” jelas Ahok.
Ini materi lengkap pembelaan Ahok pada sidang kemarin:
Bapak Ketua Majelis Hakxxxim, dan Anggota Majelis Hakim yang saya muliakan,
Yang saya hormati :
Tim Penuntut Umum
Polisi, TNI dan Petugas Pengadilan
Wartawan, Hadirin dan Penasehat Hukum
Pertama-tama Saya ingin menyampaikan terima kasih kepada Majelis Hakim atas kesempatan, yang diberikan kepada Saya.
Setelah mengikuti jalannya persidangan, memperhatikan realitas yang terjadi selama masa kampanye Pilkada DKI Jakarta, serta mendengar dan membaca tuntutan Penuntut Umum, yang ternyata mengakui dan membenarkan bahwa saya tidak melakukan penistaan agama seperti yang dituduhkan kepada saya selama ini dan karenanya terbukti saya bukan penista/penoda agama. Saya mau tegaskan, selain saya bukan penista/penoda agama, saya juga tidak menghina suatu golongan apapun.
Kalau kita mau jujur menegakkan hukum diatas semua suku bangsa, agama, ras dan golongan, di dalam sidang semakin jelas sudah terjadi kesalahan fatal dengan memaksakan kasus yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Begitu jelas terungkap bahwa kasus ini, sejak awal adalah rekayasa politik dan merupakan pengadilan massa (trial by the mob) yang didalangi oleh orang-orang yang sejak lama telah membenci saya dan menolak saya dan mencap saya sebagai gubernur kafir. Mereka bahkan sudah melantik gubernur tandingan sejak tanggal 1 Desember 2014.
Orang-orang ini juga yang selalu berdemo menolak saya sebagai gubernur dan meneriaki saya sebagai pemimpin kafir. Bahkan menghalalkan untuk membunuh saya. Faktanya terbukti di dalam persidangan ini, semua Pelapor adalah anggota FPI atau ormas yang terafiliasi dengan FPI atau pihak yang sudah dikenal sebagai pembenci saya menyebut saya kafir dan bahkan ada Pelapor yang menghina iman kepercayaan saya pada Tuhan Yesus. Padahal jelas saya bukan kafir. Mengapa saya bukan kafir? Karena saya juga taat kepada Tuhan dan agama saya diakui oleh Negara. Dan iman kepercayaan saya didasarkan pada firman Tuhan yang hidup. Itu sebabnya, pada bulan April ini, semua orang Indonesia, suka tidak suka, baru saja merayakan libur nasional pada hari kematian Tuhan Yesus (Jumat Agung) dan hari kebangkitan Yesus (Paskah) dan perayaan kenaikan Isa Almasih yaitu Tuhan Yesus ke Surga pada tanggal 25 Mei mendatang. Perlu saya ceritakan, itulah yang saya imani bahwa Tuhan Yesus mati menggantikan saya yang harusnya binasa karena dosa dan sediakan tempat di Surga setelah dia bangkit dan naik ke surga. Firman Tuhan dalam 1 Korintus 15:16-20: “Sebab jika benar orang mati tidak dibangkitkan, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu. Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus. Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia. Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal.”
Majelis Hakim yang saya muliakan,
Banyak tulisan yang menyatakan saya ini korban fitnah. Bahkan Penuntut Umum pun mengakui adanya peranan Buni Yani dalam perkara ini. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa saat di Kepulauan Seribu, banyak media massa yang meliput sejak awal hingga akhir kunjungan saya dan bahkan disiarkan secara langsung yang menjadi materi pembicaraan di Kepulauan Seribu, tidak ada satupun yang mempersoalkan, keberatan atau merasa terhina atas perkataan saya tersebut. Bahkan termasuk pada saat saya diwawancara setelah dialog dengan masyarakat Kepulauan Seribu. Namun baru menjadi masalah 9 (sembilan) hari kemudian, tepatnya tanggal 6 Oktober 2016 setelah Buni Yani memposting potongan video sambutan saya dengan menambah kalimat yang sangat provokatif, barulah terjadi pelaporan dari orang-orang yang mengaku merasa terhina, padahal mereka tidak pernah mendengar langsung bahkan tidak pernah menonton video sambutan saya secara utuh.
Adapun salah satu tulisan yang menyatakan saya ini korban fitnah adalah dari Goenawan Mohammad : “Stigma itu bermula dari fitnah. Ahok tidak menghina agama Islam, tapi tuduhan itu tiap hari diulang – ulang; seperti kata ahli propaganda Nazi Jerman, dusta yang terus – menerus diulang akan menjadi “kebenaran”. Kita mendengarnya di masjid – masjid, di media sosial, di percakapan sehari – hari, sangkaan itu menjadi bukan sangkaan, tapi sudah kepastian. Ahok pun harus diusut oleh pengadilan, dengan undang – undang “penistaan agama” yang diproduksi rezim Orde Baru, sebuah undang – undang yang batas pelanggarannya tak jelas, dan tak jelas pula siapa yang sah mewakili agama yang dinista itu. Walhasil, Ahok diperlakukan tidak adil dalam tiga hal (1) difitnah, (2) dinyatakan bersalah sebelum pengadilan, (3) diadili dengan hukum yang meragukan. Mengakui adanya ketidakadilan di dalam kasus ini tapi bertepuk tangan untuk kekalahan politik Ahok, yang tidak bisa diubah, sebuah ketidakjujuran. (***/JerryPalohoon)