KAJIAN UPAYA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI KOPRA SULAWESI UTARA
Oleh :
Billy Lombok, S.H. (Anggota DPRD Sulut Fraksi Demokrat)
Lesza Leonardo Lombok, S.H, LL.M. (Peneliti Hukum Perdagangan Internasional pada Pusat Kajian dan Bantuan Hukum Universitas Negeri Manado)
Data, Fakta, dan Masalah yang berkembang :
1. Harga pasar Kopra saat ini pada kisaran Rp. 3000 – Rp.4000 per kilogram, turun jauh setelah sempat pada kisaran Rp.9000 – Rp.10000 per kilogram pada awal 2018.
2. Hal ini berakibat pada terancamnya kesejahteraan para Petani Kopra di Sulawesi Utara.
3. Beberapa penyebab turunnya harga Kopra yang dapat diidentifikasi :
Skala Makro : Harga pasar dunia, diakibatkan oleh ketersediaan yang cukup banyak, permintaan sedikit.
Skala Mikro : Pembeli / pengolah kopra hanya didominasi satu pihak, produksi kopra berlimpah.
4. Produksi rata – rata Kopra Sulawesi Utara 2.500 ton per tahun.
Hingga bulan November (perdagangan bulan Oktober), dilihat dari golongan barang HS2 digit, kontributor tertinggi masih diduduki oleh komoditi lemak dan minyak hewani/nabati, meskipun pada bulan Oktober terjadi penurunan share menjadi 48,05 persen, dibandingkan dengan pada bulan yang lalu yang hampir mencapai 51,29 persen.
Golongan barang tersebut diekspor ke 7 (tujuh) negara tujuan, yaitu: China, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Belanda, Singapura dan Amerika Serikat.
Nilai ekspor dari golongan barang ini mengalami penurunan nilai FOB sebesar 3,02 persen dari bulan September.
Produk yang menjadi komoditas ekspor unggulan adalah produk olahan kelapa seperti VCO, Kopra dan Minyak Kelapa, dengan perusahaan industri yang tersebar di Kabupaten/Kota Sulawesi Utara.
Bahan baku industri pengolahan penghasil komoditi ini berasal dari daerah sekitar Provinsi Sulawesi Utara, disamping hasil perkebunan lokal bumi Nyiur Melambai.
Secara keseluruhan, pada tahun 2018, peran perdagangan komoditi lemak dan minyak hewani/nabati dengan Kopra sebagai salah satu bahan baku utamanya mencapai 60,28% senilai US$ 493,843,30 juta, atau lebih dari setengah struktur perdagangan ekspor Sulawesi Utara.
Berdasarkan data BPS ini, dapat dikatakan bahwa Kopra merupakan komoditi utama perdagangan ekspor Sulawesi Utara.
Aspek Hukum terkait isu perlindungan terhadap petani :
1. Skala Internasional
Indonesia tergabung dalam Organisasi Perdagangan Dunia / World Trade
Organization (WTO) yang mengatur berbagai aspek hukum perdagangan internasional saat ini.
Isu yang berkembang saat ini dalam WTO :
– Perlakuan khusus terhadap Negara Sedang Berkembang (NSB) dan Negara
Tertingga (LDC).
– Pengaturan produk pertanian diatur dalam Agreement on Agriculture.
Pada tahun 2015 disepakati lewat Nairobi Package bahwa subsidi ekspor bagi NSB dan LDC diperbolehkan hingga tahun 2023.
– Subsidi ekspor memiliki ambang batas yang tercantum dalam Aggregate Measurement of Support (AMS) atau Nilai Rata – Rata Subsidi yang diatur dalam Annex 4 AoA. Dalam hal ini diperbolehkan dari 2% hingga 10% dari Nilai Produk Domestik Bruto.
– Nilai Produk Domestik Bruto Indonesia tahun 2017 sebesar Rp.13.588 triliun.
– Pada tahun 2018, hingga Triwulan III nilai Produk Domestik Bruto Indonesia telah mencapai Rp.11.027 triliun.
– Sesuai aturan hukum perdagangan internasional lewat WTO, maka potensi subsidi terhadap produk ekspor pada tahun 2018 bagi Indonesia dapat mencapai lebih dari Rp.110 triliun – Rp.1.400 triliun per tahun.
2. Skala Nasional :
Indonesia memiliki aturan perlindungan hukum terhadap petani yang diatur dalam Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan Dan
Pemberdayaan Petani (UU Petani).
Undang – Undang ini merupakan
pelaksanaan dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam Pasal 3 huruf d disampaikan bahwa salah satu tujuan perlindungan dan pemberdayaan petani adalah untuk “melindungi Petani dari fluktuasi harga, praktik ekonomi biaya tinggi, dan gagal panen”.
Solusi yang dapat ditawarkan :
Jangka Pendek :
Pemerintah memberikan SUBSIDI EKSPOR bagi pelaku usaha ekspor komoditi lemak/minyak hewan/minyak nabati yang salah satu bahan baku utamanya adalah KOPRA untuk meningkatkan nilai jual kopra bagi Petani.
Simulasi perhitungan subsidinya adalah sebagai berikut :
Rata – rata produksi Kopra per tahun di Sulut : 2.500 ton / 2.500.000 kg.
Contoh Nilai Subsidi Pemerintah per kg Kopra : Rp.2000
Jumlah Subsidi Pemerintah untuk produk berbahan baku Kopra per tahun :
Rp.2000 x 2.500.000 kg = Rp. 5 milyar.
Dengan demikian harga pasar Kopra saat ini Rp.3000 – Rp.4000 dapat meningkat menjadi Rp.5000 – Rp.6000 per kg.
Hal ini tidak bertentangan dengan aturan perdagangan internasional apabila Rp.5 milyar tersebut masuk ke dalam total Rp.110 triliun hingga Rp.1.400 triliun subsidi ekspor yang diperkenankan oleh WTO (2% hingga 10% dari total PDB Indonesia selama 1 tahun). Hal ini juga justru menjadi kewajiban Pemerintah dengan memperhatikan Pasal 3 huruf d UU No.19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani seperti yang telah disebutkan diatas.
Bentuk – bentuk subsidi langsung yang dapat diberikan kepada pelaku usaha untuk meningkatkan nilai jual Kopra :
1. Pemberian hibah untuk pelaku usaha membeli kopra dari petani.
2. Keringanan pajak usaha untuk ijin usaha berikutnya.
3. Pembelian langsung kopra oleh pemerintah dari petani.
Jangka Menengah :
Perlu segera menerbitkan berbagai peraturan pelaksana UU No.19 Tahun 2013, misalnya Peraturan Daerah tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Petani, serta peraturan – peraturan pelaksananya.
Jangka Panjang :
1. Perlu adanya peningkatan kegiatan promosi produk – produk lokal dengan bahan baku Kopra di negara – negara selain tujuan ekspor utama. Kerjasama dengan negara – negara Eropa yang selama ini merupakan negara tujuan utama ekspor produk berbahan baku utama Kopra juga perlu ditingkatkan lewat negosiasi – negosiasi perdagangan yang baru dengan melibatkan aktor – aktor lokal di Sulawesi Utara sebagai pihak yang mempromosikan produk – produk tersebut.
2. Perlu digalakkan penelitian – penelitian terbaru mengenai produk – produk baru berbahan baku Kopra untuk meningkatkan nilai jual Kopra.
(***/EditorJerryPalohoon)