Manado, BeritaManado.com — Anggota DPRD Kota Manado Jurani Rurubua mempertanyakan profesionalisme Tim Seleksi KPU Provinsi Sulut dalam melaksanakan tugas untuk menghasilkan penyelenggara Pemilu yang Jujur dan adil.
Menurut Jurani, sebagai Ketua Partai dan Anggota DPRD dirinya memiliki kewajiban untuk mengawal bahkan mengomentari hasil seleksi calon Anggota KPU Provinsi Sulawesi Utara periode 2023-2028 yang menjadi isu menarik di wilayah politik dan di rumah-rumah kopi saat ini.
“Informasi yang saya dapatkan dari JPPR dan beberapa peserta bahwa, ada beberapa nama yang mempunyai nilai tertinggi CAT (tes tertulis) dan tes wawancara tidak di loloskan, sedangkan nama yang masuk 10 besar ini ada yang nilainya rendah, bahkan justru ada yang sementara di sidang kode etik oleh DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) yang dilaporkan oleh rekan penyelenggara dan jajarannya,” sorot Jurani Sabtu, (25/3/2023).
Tak sampai di situ saja, Jurani mempertanyakan letak objektifitas penilaian Tim Seleksi KPU yang tidak mengumumkan nilai hasil CAT, hasil psikologi, dan wawancara.
“Jika itu mekanisme, mengapa ini terus dirawat? jangan heran kalau kemudian menimbulkan banyak spekulasi dan tanggapan bahwa semua yang akan menjadi penyelenggara pemilu hanyalah titipan, padahal secara objektif bisa saja dia tidak memenuhi syarat,” ucap Jurani.
Jurani pun dengan lantang memperingatkan Tim Seleksi KPU bahwa, zaman telah berubah dan bukan lagi berada pada zaman penjajahan atau kolonial, melainkan sudah di era yang semakin maju saat ini.
“Seharusnya perubahan mengarah kepada yang lebih baik, menegakkan keadilan, supremasi hukum yang ditegakan, serta tidak mengkhianati amanat demokrasi , sehingga segala bentuk praktik-praktik korupsi, nepotisme masih berkeliaran, harus kita lawan,” tegas Jurani.
Jurani juga membeberkan informasi yang masuk kepadanya menyebut bahwa, saat seleksi penyelenggara pemilu setiap peserta harus menyiapkan diri, belajar agar mendapat nilai terbaik, menjaga kesehatan, menyiapkan berkas-berkas yang berbiaya, hingga memastikan fisik dan psikologi mereka dalam keadaan prima, dengan harapan bila semua ini mumpuni maka merekalah yang berkapasitas menduduki jabatan penyelenggara pemilu itu, apalagi jika mereka memiliki track record yang baik.
“Namun jika ternyata semua hanya berdasarkan titipan, subjektifitas, like and dislike, untuk apa ada seleksi? ingat loh, seleksi penyelenggara pemilu di Indonesia ini menelan biaya yang tidak murah, dan itu uang rakyat,” terang Jurani.
Lanjut Jurani, dalam konteks seleksi KPU sulut bila ternyata orang-orang yang memiliki nilai-nilai terbaik dan berkompeten justru tidak diberikan ruang, bahkan dipangkas lebih awal maka siap-siap pemilu 2024 kehilangan kualitas, bisa juga malah kehilangan Marwah.
Tak gentar, Jurani mengajak masyarakat untuk bersuara dan menjaga lembaga penyelenggara negara yang tengah dirusak oleh oknum-oknum pejabat yang korup, nepotisme, bergaya elitis, sementara masyarakat terus berjuang untuk bayar pajak, dengan lapangan pekerjaan yang sulit, harga-harga naik, kebutuhan hidup yang semakin sulit.
“Atas dasar ini semua, saya mengajak kepada masyarakat untuk kita lebih pekah, mengawasi, mengontrol proses seleksi dan juga kinerja dari seluruh penyelenggara pemilu, jangan takut,!!!,” seru Jurani.
Jurani bahkan mempertaruhkan jabatannya untuk memperjuangkan kebenaran terutama seluruh aspirasi masyarakat Kota Manado di mana menurutnya jabatan hanya sementara.
“Jabatan hanya sementara. (Lukas 12:48b) setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.” tutup Jurani.
(***/Erdysep Dirangga)