Manado, BeritaManado.com — Dalam sebuah puisi yang berjudul “Pemberian Tahu”, pelopor pujangga angkatan 45 Chairil Anwar dalam bait pertama lirik kesatu dan dua berbunyi:
“Bukan maksudku mau berbagi nasib.
Nasib adalah kesunyian masing-masing.”
Dalam lirik tersebut sang penyair begitu berhasil menyampaikan kepada pembacanya meengenai nasib.
Dalam pengertian, nasib seseorang harus dijalani oleh orang tersebut tanpa bisa dibagi dengan yang lain.
Begitu pula untuk mengubahnya harus dilakukan oleh orang tersebut.
Dengan demikian bisa dikatakan nasib seseorang kedepannya tidak ada yang tahu.
Itulah yang dilakukan oleh Rahmat Santoso, warga Airmadidi.
Berhenti dari pekerjaan sebagai pegawai honorer di salah satu kantor kementerian setelah tahunan bekerja, merupakan keputusan yang tepat untuk mengubah nasibnya menjadi lebih baik.
“Dulu saya menjadi pegawai honorer, kemudian saya putuskan untuk berhenti,” kata Rahmat di lokasinya berdagang yaitu di halaman Alfamart Ir Soekarno Airmadidi, Kamis (29/9/2022).
Lebih lanjut Rahmat menceritakan, setelah keputusannya untuk berhenti menjadi pegawai honorer, dia kemudian banting stir menjadi kontraktor rumah.
Hal ini dilakukan untuk melanjutkan kehidupan, memberi nafkah kepada keluarga yang merupakan tanggung jawabnya.
Pada saat itu, kebetulan rumah yang akan dibangunnya berada di Manado.
Rahmat lalu mengamati, area sekitar Universitas Klabat (Unklab) begitu ramai dan cocok untuk membuka usaha.
Dirinya kemudian belajar kepada satu di antara saudaranya yang berada di Bitung yang telah terlebih dahulu membuka usaha, yaitu jualan molen mini Rp500.
Saat itu dirinya belajar selama dua bulan untuk membuat adonan, sehingga menjadi kue molen yang lezat untuk dinikmati.
Begitu dirasa sudah mampu membuat adonan, akhirnya Rahmat membuka usaha sendiri, yaitu di depan Unklab, Airmadidi.
“Awalnya menggunakan gerobak, di depan Unklab. Pada 2016 lalu,” ungkap Rahmat.
Pria asal Sragen ini merasa bersyukur, karena pada awal membuka usaha sambutan dari masyarakat cukup bagus.
Molen mini yang dijualnya Rp500 selalu habis terjual sehingga pundi-pundi rupiah pun didapatnya.
“Pembeli terus berdatangan karena bentuknya yang mini, serta tentu saja rasanya yang lezat,” katanya.
Setelah kondisi usahanya telah stabil, barulah kemudian dia memboyong keluarganya untuk ke Manado.
Usahanya dari tahun ke tahun terus berkembang, hingga saat ini memiliki 10 tenant yang tersebar di beberapa gerai Alfamart dan tempat lainnya.
Rahmat bersyukur dari berjualan molen mini Rp500 berhasil menyekolahkan anak, membeli 2 rumah, 3 kaveling/kapling dan membuka lapangan pekerjaan.
“Saya bersyukur dengan hasil saat ini,” ucap Rahmat.
Untuk meningkatkan penjualan dirinya juga menyediakan gorengan lainnya seperti tahu dan tempe.
“Dua jenis gorengan tersebut hanya sebagai pelengkap saja, yang utamanya molen,” katanya.
(***/srisurya)