BeritaManado.com – Reklamasi pantai di Kota Manado dimulai akhir 1997.
Dr. Rignolda Djamaludin, pakar kelautan Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) dari Manado Scientific Expoloration, menceritakan asal mula ide reklamasi pantai di Kota Manado.
“Di awali dari seorang pejabat kepala daerah yang berdiri menghadap ke laut, pernah saya tulis itu. Mungkin dia terhipnotis kemudian muncul dalam pikiran dia, bagus juga pantai ini ditimbun,” jelas Rignolda Djamaludin kepada wartawan di rumah kopi K.8 Sario, pekan lalu.
Kepala daerah tersebut, lanjut Rignolda, langsung mencarikan investor untuk reklamasi pantai.
“Kemudian dicarikan investor, ketika itu banyak yang datang, ada dari Makassar, dilakukan reklamasi didasari PKS,” tukas Rignolda.
Ia menambahkan, Teluk Manado secara batimetri setelah dilakukan pengukuran dan pemetaan topografi dasar laut, profil dasar perairan dan kedalaman, tak memiliki banyak perairan dangkal.
Secara oceanografi hampir semua pantai di Pulau Sulawesi punya karakter tak memiliki perairan dangkal yang lebar, termasuk Teluk Manado.
“Maka, penimbunan di Boulevard hanya mengikuti perairan dangkal, seperti kawasan Megamas, tidak sama lebar, ada penimbunan dekat tapi ada juga yang jauh seperti tanjung di pohon kasih, itu disebut napo keranjang, karang di bawah permukaan laut,” tukas Rignolda.
Sebelumnya, di beberapa kesempatan termasuk ketika Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Sulut, Amos Kenda mewakili PT Manado Utara Perkasa (MUP) mengatakan bahwa pantai dari Kelurahan Sindulang Satu hingga Kelurahan Tumumpa di Kecamatan Tuminting tidak memiliki biota.
Pernyataan tersebut dibantah Rignolda Djamaludin.
“Kami memimpin tim sejak 2019 melakukan pemantauan penyelaman di pantai Teluk Manado. Kata pihak pengembang tidak ada terumbu karang mati dan hidup, padahal masyarakat bisa menangkap ikan termasuk ikan karang,” ujar Rignolda.
Rignolda menambahkan, di dunia kerja geografi yang memahami cara citra satelit, diperoleh informasi bahwa alas dari pantai di Manado Utara adalah substrak keras yaitu karbonat sistem, berarti terumbu karang.
Ia mengaku telah membentuk tim penyelaman, pertama yang memahami scientific terkait objek yang diobservasi, kedua metodelogi dokumentasi bawah laut, termasuk menelusuri semua yang dikatakan para nelayan.
“Terdapat lumpur kami sepakat, tapi kalau dikatakan tidak ada terumbu mati, bahkan tidak ada karang hidup, maka itu dusta! Saya sebagai orang kampus berkewajiban mengatakan yang sebenarnya,” tegas Rignolda didampingi beberapa perwakilan aliansi masyarakat.
Diketahui, PT MUP sebagai pemegang izin reklamasi seluas 90 hektar, melakukan penimbunan pantai di Manado bagian utara dimulai dari Kelurahan Bitung Karangria, Kecamatan Tuminting.
Penimbunan dengan kedok ‘reklamasi pantai’ tersebut mendapatkan penolakan kuat dari masyarakat pesisir. (JerryPalohoon)