Manado – Sebagai bahan baku pembuatan minuman beralkohol, cap tikus yang dikomsumsi langsung masyarakat dinilai sebagai pemicu utama aksi kriminalitas.
Menanggapi perlu ditambah pabrik minuman beralkohol berlabel di Sulut untuk menampung cap tikus, pihak Disperindag menegaskan pemberian ijin harus memenuhi persyarakat khusus.
“Minuman beralkohol melalui instruksi presiden tidak ada lagi ijin baru. Tapi ijin bisa diberikan dengan memperhatikan kelokalan bahan baku, produk ekspor, serta pertimbangan destinasi wisata.
Jika persyaratan ini dipenuhi, bisa menjadi pertimbangan pemerintah untuk mengeluarkan ijin baru”, tutur Benny dari Disperindag Sulut.
Sebelumnya pada rapat bersama DPRD Sulut yang dipimpin Ketua BaLeg Teddy Kumaat, pekan lalu, Asosiasi Produsen Minuman Beralkohol (Aspromia) Sulawesi Utara menilai kuota produksi 120 ribu liter minuman beralkohol per tahun untuk produsen minuman beralkohol masih kurang.
Menurut Ketua Aspromia Sulut Koning Lapasi, akibat kekurangan pabrik miras, minuman cap tikus banyak dikomsumsi masyarakat.
“Pabrik cap tikus hanya beberapa saja di Sulut. Akibatnya, cap tikus lebih banyak dikomsumsi langsung oleh masyarakat”, tukas Lapasi.
Jelas Lapasi, kasus kriminalitas termasuk pembunuhan di Sulut lebih banyak dilakukan orang mabuk yang mengomsumsi cap tikus.
“Tidak mungkin menghilangkan cap tikus yang sangat banyak di Minahasa. Jalan satu-satunya harus masuk pabrik diolah menjadi miras berkualitas berlabel dapat dijual di hotel, restoran, pub bahkan dieksport. Pemerintah perlu mempermudah ijin untuk perusahaan miras baru”, tuturnya. (jerrypalohoon)