Pineleng, BeritaManado.com — Kota Damietta sebagai kota pelabuhan yang merupakan pintu gerbang masuk ke Kota Mesir ternyata memiliki sebuah pesan perdamaian yang lahir di tengah-tengah situasi perang salib yang berjilid-jilid sekitar tahun 1200-an.
Demikianlah sejarah yang terungkap dalam pelaksanaan Seminar dengan tema “Damietta: Perjumpaan dan Dialog Damai” yang terjadi antara St. Fransiskus Asisi dengan Sultan Malek Al Kamel di Kota Damietta Mesir di tengah-tengah situasi perang salib, Rabu (3/4/2019) siang di Chatolic Youth Center Lotta, Pineleng.
Pater Peter Aman OFM dalam pemaparan materinya, mengungkapkan beberapa fakta sejarah yang mendahului perjumpaan St. Fransiskus Asisi, dimana dalam situasi perang salib itu, St. Fransiskus Asisi memberanikan diri bertemu dengan Sultan Malek Al Kamel pemimpin pasukan muslim.
Pembawa materi kedua Pastor Damianus Pongoh Pr juga dalam materinya bahwa dari Kota Damietta itulah lahir sebuah pesan perdamaian antara seorang Katolik dan Islam, dimana dari sebuah ruangan pertemuan iman kedua orang itu justeru saling menguatkan.
Sementara itu, Alimatul Qibtiyah selaku pembawa materi ketiga mengatakan bahwa ajaran Nabi Muhammad tidak seperti saat ini yang tidak jarang disalah tafsirkan, apalagi terkait dengan orang-orang yang bukan beragama muslim.
“Ada banyak hal yang harus diluruskan diantaranya jaman nabi dahulu, dimana oleh para pengikutnya justeru menganjurkan utusan Allah itu berdoa bagi orang-orang non-muslim agar dilaknat. Namun hal itu ditolak dan sang nabi berkata bahwa dirinya diutus Allah bukan untuk melaknan orang lain,” ungkapnya.
Pada relevansinya dari keseluruhan materi yang dibawakan oleh tiga narasumber, Pastor Johanis Ohoitimur MSC sebagai pembawa materi keempat mengungkapkan bahwa apa yang dilakukan St. Fransiskus Asisi dan Sultan Malek Al Kamel mengandung sebuah pesan perdamaian.
“Saya yakin apa yang dilakukann itu bukan hal yang gampang. Namun dari niat yang baik dari St. Fransiskus Asisi sendiri, dirinya berhasil melewati aneka rintangan dan berjumpa di Kota Damietta. Disana kemungkinan besar terjadi dialog, dimana pada akhirnya saling memperkiat agama masing-masing,” kata Ohoitimur. (Frangki Wullur)