Manado – Kehadiran Freeport di Indonesia sudah sangat lama, sepanjang kehadirannya Freeport telah mendatangkan kerugian besar bagi rakyat Indonesia. Pengoperasian tambang Freeport dimulai sejak 1967, itu berarti sudah 46 tahun Freeport mengeruk emas dan mineral di Papua, sepak terjang Freeport di Papua tak lebih dari perampasan kekayaan alam oleh pihak asing di negeri ini.
Parahnya, perampasan ini justru dilegitimasi oleh Undang-Undang, melalui Kontrak Karya I dengan payung hukum UU Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU Nomor 11 tahun 1967. Freepor kemudian berwenang mengeruk emas di Puncak Ertsberg Papua, setelah persediaan eman menurun Freeport kembali menemukan persediaan emas dan mineral di puncak Grasberg Papua, diidentifikasi ada sekitar 46 juta ton emas dan 150 juta ton mineral lainnya di puncak Grasberg Papua.
Demikian pernyataan sikap tentang PT Freeport Indonesia dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Manado dalam pernyataan tertulis yang diberikan koordinator lapangan HMI Manado Aikal Pohontu kepada anggota DPRD Sulut Amir Liputo, pekan ini.
Dijelaskan, kedigdayaan Freeport berlanjut pada tahun 1991 dengan ditandatanganinya Kontrak Karya II, kontrak ini memberikan kekuasaan kepada Freeport untuk menguras emas dan mineral di Papua hingga 2021, selanjutnya diakhir masa pemerintahan SBY, pemerintah menandatangani MoU bersama Freeport yang memberi ruang bagi koorporasi AS itu untuk menancapkan kukunya hingga 2041.
Dari sisi keuntungan, negara sangat dirugikan dengan pembagian keuntungan yang ada, Indonesia hanya mendapatkan 1 persen royalty yang kemudian meningkat menjadi 3,75 persen royalty dari hasil MoU, ini merupakan keuntungan terlalu kecil bila dikaitkan dengan penghasilan total Freeport, sangat ironis memang, emas dan mineral merupakan milik sendiri tetap justru pihak asing yang menikmati hasilnya. Pemerintah secara sadar mengundang dan melegitimasi pihak asing untuk terus merampas emas dan mineral di Papua.
Keuntungan Freeport berbanding terbalik dengan kemiskinan yang terjadi di Papua, orang asli Papua hidup di tanah Papua namun tak bisa menikmati hasil alam sendiri. Kehadiran Freeport sama sekali tidak menghilangkan kemiskinan di Papua, orang Papua tetap miskin dan terbelakang.
Lebih miris lagi, Freeport yang mengelontorkan dana menyewa pengamanan militer telah menyebabkan banyak warga Papua terbunuh di tangan militer hanya karena mereka dianggap mengganggu kepentingan Freeport, tak satupun dari yang terbunuh pernah diusut kasusnya hingga tuntas. Militer yang seharusnya melindungi rakyat justru menjadi penjaga setia aset asing di bumi sendiri, bahkan rakyatpun dijadikan tumbal.
Dari segi kesehatan lingkungan, pertambangan Freeport menyebabkan kerusakan parah terhadap lingkungan, setiap harinya PT Freeport Indonesia membuang 230 Ribu Ton limbah batu ke sungai Aghawagon dan sungai Ajkwa.
Penambangan terbuka yang dilakukan oleh Freeport di puncak Grastberg menghasilkan limbah batuan dan tailling hingga 700 Ribu Ton. Pembuangan limbah air asam sebanyak 360 Ribu sampai 510 Ribu Ton setiap hari, juga merusak dua lembah sepanjang 4 mil hingga kedalaman 300 meter.
Jika pihak asing yang diwakili Freeport masih bercokol di Papua, maka hal tersebut merupakan fakta nyata bahwa Indonesia belum mampu mempertegas kedaulatan di negeri sendiri. Hal ini juga bertentangan dengan jargon pemerintahan Jokowi-JK yang mengedepankan kedaulatan, HMI MPO yang kini sedang mengusung tema kedaulatan NKRI, merasa wajib menyikapi keberadaan Freeport di Indonesia.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka PB HMI MPO menilai “kehadiran Freeport hanya membawa bencana bagi rakyat Indonesia”, untuk itu PB HMI MPO dengan tegas menyerukan kepada semua pihak, khususnya pemerintahan Jokowi-JK agar:
- Segera memutuskan kontrak PT Freeport di Indonesia.
- Memberantas mafia Freeport.
- Mendorong BUMN mengelola Freeport sebagai aset negara.
- Pemerintah Jokowi-JK harus bertanggung-jawab terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia terutama masyarakat Papua.
- Jika Jokowi-JK tidak segera mengindahkan maka PB HMI MPO menuntut Jokowi-JK segera mundur dari jabatan. (jerrypalohoon)