Tondano – Kalau ditanya apa makna yang relevan untuk saat ini dalam rangka memaknai Hari Kebangkitan Nasional ke-109 tahun 2017 ini di seluruh Indonesia termasuk Minahasa, maka jawabannya adalah menjadi pemimpin agama yang negarawan dan nasionalis.
Di Minahasa sendiri memang isu agama dan loyalitas terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia memang tidak terlalu menonjol, namun tetap menjadi perhatian masyarakat. Namun ikatan emosional dengan saudara seiman di daerah lain membuat Minahasa turut bereaksi terhadap apa yang terjadi di daerah lain.
Hal itu turut dipicu oleh anggapan lembaga tertentu bahwa warga masyarakat yang beragama minoritas adalahkafir. Hal itu tentu saja menjadi ancaman serius terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Aktivis Pemuda Katolik berdarah Minahasa Emmanuel Tular kepada BeritaManado.com, Sabtu (20/5/2017) mengatakan bahwa ancaman tersebut justeru datang dari beberapa organisasi keagamaan melalui fatwa-fatwa yang dikeluarkan.
“Saya justeru melihat dari sisi lain, bahwa organisasi seperti itu sebaiknya terlebih dahulu melakukan reformasi terlebih dahulu. Maksudnya jelas bahwa agar tidak selalu terburu-buru membuat fatwa yang dapat memancing gesekan di tengah-tengah masyarakat,” katanya.
Ditambahkannya, momen Hari Kebangkitan Nasional kiranya dapat menjadi sarana untuk menghayati kembali apa arti dari Kebangkitan Nasional itu sendiri. Kiranya juga hari yang bersejarah tersebut menjadi waktu untuk melakukan refleksi para pemimpin agama di Minahasa, agar lebih lagi menikmati kedamaian. (frangkiwullur)