Manado – Pembahasan RUU Pemilu diwacanakan penambahan 15 kursi DPR-RI. Daerah Pemilihan (Dapil) Sulawesi Utara menjadi bagian dari penambahan yakni 1 kursi, menjadi 7 kursi dari sebelumnya 6 kursi.
Menurut pengamat politik, Dr Ferry Liando, jika di kalkulasi maka penambahan kursi ini negara akan menambah tanggungan biaya politik sekitar Rp 30 miliar per tahun.
“Anggaran negara untuk demokrasi makin mahal. Selain penambahan 15 kursi DPR, Pansus RUU pemilu juga mewacanakan pembiayaan saksi parpol pada pemilu akan dibiayai juga oleh negara. Jumlah saksi akan menyesuaikan dengan jumlah parpol dan jumlah TPS,” jelas Ferry Liando kepada BeritaManado.com, Jumat (7/7/2017).
Dijelaskan Ferry Liando, pengalaman pada Pemilu 2014 jumlah TPS sebanyak 246.278. Jumlah itu akan dikalikan dengan jumlah partai politik, hasilnya bisa mencapai triliunan rupiah. Qacana lain adalah menjadikan Panwas dari sifatnya ad hoc menjadi permanen.
“Kalau awalnya negara hanya membayar panwas saat momentum pilkada atau pemilu, jika wacana ini di tetapkan maka negara akan membiayai panwas selama 5 tahun di setiap daerah. Kemudian anggaran negara juga akan membiayai 8 penyelenggara di tingkat pusat jika usulan penambahan 8 penyelengara di setuju,” tukas Ferry Liando.
Lanjut Ferry Liando, uang negara juga akan terkuras pada pendanaan parpol. Sebelumnya bantuan negara untuk parpol di hitung Rp 108 per suara pemilu, maka ke depan nominalnya bertambah besar yaitu Rp 1000 per suara. Kemudian anggaran sosialisasi pemilu dan pilkada oleh partai politik tetap akan menjadi beban negara. Alat peraga kampanye tetap dibiayai negara.
“Padahal biaya demokrasi yang menjulang tinggi kerap tidak berkorelasi dengan kepentingan publik. Misalnya saja soal penambahan jumlah kursi. Korelasinya sama sekali tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Jumlah kursi tiap dapil tidak berpengaruh pada pengambilan keputusan politik di DPR. Sebab perhitungan suara di dasarkan pada jumlah suara per fraksi bukan berdasarkan jumlah suara per dapil,” tegas Ferry Liando. (JerryPalohoon)