Manado – Kehadiran Freeport di Indonesia sudah sangat lama, sepanjang kehadirannya Freeport telah mendatangkan kerugian besar bagi rakyat Indonesia. Pengoperasian tambang Freeport dimulai sejak 1967, itu berarti sudah 46 tahun Freeport mengeruk emas dan mineral di Papua, sepak terjang Freeport di Papua tak lebih dari perampasan kekayaan alam oleh pihak asing di negeri ini.
Demikian pernyataan sikap Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Manado melalui surat tertulis yang disampaikan kepada DPRD Sulut, Senin (14/12/2015).
Lebih lanjut dijelaskan, perampasan pertambangan ini justru dilegitimasi oleh Undang-Undang, melalui Kontrak Karya I dengan payung hukum UU Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU Nomor 11 tahun 1967. Freepor kemudian berwenang mengeruk emas di Puncak Ertsberg Papua, setelah persediaan eman menurun Freeport kembali menemukan persediaan emas dan mineral di puncak Grasberg Papua, diidentifikasi ada sekitar 46 juta ton emas dan 150 juta ton mineral lainnya di puncak Grasberg Papua.
Kedigdayaan Freeport berlanjut pada tahun 1991 dengan ditandatanganinya Kontrak Karya II, kontrak ini memberikan kekuasaan kepada Freeport untuk menguras emas dan mineral di Papua hingga 2021, selanjutnya diakhir masa pemerintahan SBY, pemerintah menandatangani MoU bersama Freeport yang memberi ruang bagi koorporasi AS itu untuk menancapkan kukunya hingga 2041. (jerrypalohoon)