
Manado, BeritaManado.com — Beredarnya video perundungan yang dialami salah satu anak di Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara, dikecam anggota DPR RI Hillary Brigitta Lasut SH LLM.
Menurut politisi Partai Nasdem ini, apapun alasannya perundungan atau bullying yang sudah merendahkan harkat dan martabat manusia apalagi disertai dengan kekerasan tidak dibenarkan.
“Saya sangat terkejut ketika saya dikirimkan video bullying yang ternyata dilakukan para siswa yang masih menggunakan seragam sekolah,” kata Hillary, Selasa (2/3/2021).
Menurut HBL sapaan akrabnya, aksi penganiyaan dan perundungan terhadap anak dipicu oleh lemahnya pendidikan nilai-nilai kemanusiaan, Pancasila, dan minimnya pemahaman mengenai perlindungan HAM dan hak-hak anak.
“Ada banyak hal mengapa perundungan ini terjadi, namun antara kasus satu dengan lainnya tak semuanya dipicu masalah yang sama. Saya melihat ini juga disebabkan oleh minimnya awareness terhadap nilai-nilai kemanusiaan, pendidikan moral dan kekeliruan persepsi, sehingga bagi sebagian orang mem-bully dipersepsikan sebagai hal wajar dan biasa,” kata Hillary.
Lanjutnya, belum juga tradisi atau kebiasaan senioritas yang malah diplesetkan menjadi salah satu alasan pembenar klasik kekerasan terhadap anak, walaupun mungkin dalam kasus ini tidak ada hubungannya dengan senioritas.
Meski telah berumur 17 tahun, tapi yang menjadi korban bullying masih masuk dalam kategori anak berdasarkan UU Perlindungan Anak.
Hillary pun meminta aparat penegak hukum bisa menangani masalah ini dengan serius agar menjadi pelajaran bagi semua orang bahwa perundungan tidak dibenarkan apapun alasannya.
Melihat dari bagaimana bullying itu dilakukan, maka Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah mengatur bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.
Bagi yang melanggarnya akan dipidana dengan hukuman kurungan badan atau dipenjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72juta.
“Dari sini kita dapat melihat bahwa dari kata setiap orang berarti tidak terbatas dewasa maupun di bawah umur yang melakukan kekerasan terhadap anak dapat dikenakan sanksi dan dipidanakan. Dalam kasus ini perlu di telusuri lagi apakah korban mengalami luka berat atau tidak, karena apabila terdapat luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana yang lebih berat lagi yakni penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100juta,” ungkap Hillary.
Apabila pelaku merupakan anak dibawah umur, ada kemungkinan ia akan “be treated as a minor” atau diperlakukan sebagai anak tapi bukan berarti ia lepas dari konsekuensi perbuatannya.
Ketegasan dari semua pihak untuk menindaki hal ini akan sangat berdampak terhadap cara berpikir bangsa dan generasi muda Indonesia dalam menghadapi bullying dan menilai keseriusan pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap anak dan jaminan HAM terhadap semua kalangan masyarakat dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote.
“Stop bullying. Ini harus terus kita upayakan, bukan hanya sekedar dengan hashtag, tapi dengan segala daya dan kekuatan yang kita punya, meskipun itu harus menguras tenaga, pikiran dan materi. Saya bermimpi untuk mengusulkan undang-undang khusus mengenai perundungan dan kekerasan terhadap anak, semoga dapat terlaksana,” pungkas Hillary.
(***/srisurya)