Yogyakarta – Sebuah pertunjukan Tarian Maengket di zero point Malioboro Yogyakarta, tepatnya di lapangan Monumen Serangan Umum Sebelas Maret, yang dibawakan anak-anak muda Sulawesi Utara memukau ribuan turis lokal dan mancanegara yang sedang melancong di salah satu lokasi wisata paling sering dikunjungi di Indonesia yaitu Malioboro, akhir pekan lalu.
Mereka yang tergabung dalam Himpunan Pemuda Mahasiswa Kawanua Yogyakarta ini menampilkan pertunjukan Tari Maengket atas undangan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kota Yogyakarta untuk acara tahunan budaya bertajuk “Selendang Sutra”, yang tahun ini mengusung tema “Karena Kita Indonesia”.
Anak-anak muda Sulawesi Utara ini secara rutin diundang oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemkot Yogyakarta, yang sebelumnya pada tahun 2014 mereka membawakan Tarian Kabasaran, pada 2015 Tarian Katrili, dan pada 2016 ini membawakan Tarian Maengket.
Tarian Maengket yang dibawakan kali ini adalah Tarian Maengket Babak Pertama yakni Makamberu atau Panen Padi, sesuai timeline 10 menit yang diberikan panitia, yang mendapat sambutan yang luar biasa baik dari para turis, maupun Pemkot Yogyakarta sendiri yang hadir pada saat itu.
“Kami mempersiapkan pertunjukan ini selama 1 bulan, dengan waktu latihan efektif selama 3 minggu, dengan memanfaatkan teman-teman mahasiswa dari Kota Manado yang sementara menempuh kuliah di Institut Seni Yogyakarta, Universitas Katolik Atmajaya Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, serta kru backstage mahasiswa Manado dari Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta”, ujar pelatih tambor Daryl Sampouw, didampingi koreografer Natasha Palar, yang juga adalah sang Kapel dalam pertunjukan tarian ini, dan Ketua Himpunan Pemuda Mahasiswa Kawanua Yogyakarta Sisy Mashanafi.
Lanjut mereka, segala persiapan dilakukan secara swadaya tanpa bantuan dari pemerintah, seperti penyediaan kostum yang hanya dipinjam dari salah satu sanggar tari di Manado dengan cara dikirim pakai uang sendiri, serta riasan para penari hanya dengan peralatan make-up serta merias diri sendiri dengan pengetahuan rias yang terbatas.
Dengan diundangnya para mahasiswa Sulawesi Utara di Yogyakarta secara rutin setiap tahun untuk mengambil bagian dalam acara-acara kebudayaan seperti ini, Pemerintah sudah seharusnya memberikan perhatian yang lebih, dikarenakan identitas budaya Sulawesi Utara merupakan tanggung jawab semua warga Sulawesi Utara.
“Adik-adik yang merupakan anak-anak muda terbaik Sulawesi Utara ini sudah sangat sering mendapatkan penghargaan Kebudayaan disini. Diantaranya, Penghargaan Budaya dari Universitas Kristen Duta Wacana sebagai Penampil Terbaik dalam Gelar Budaya UKDW 2015, dan Penghargaan sebagai Tarian Terbaik (Tari Kabasaran) dalam Gelar Budaya Kota Yogyakarta awal tahun 2016 ini”, ujar Lesza Lombok, Ketua Keluarga Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi Utara, yang juga Ketua Asrama Mahasiswa Sam Ratulangi 1 Yogyakarta yang hadir memberikan support pada acara tersebut.
Lanjutnya, Asrama Mahasiswa Samratulangi 1 Yogyakarta yang sering dijadikan tempat pertemuan dan latihan anak-anak muda ini, selalu melaporkan berbagai kegiatan putra-putri terbaik Sulawesi Utara ke Badan Penghubung Provinsi Sulawesi Utara lewat kewajiban Laporan Triwulan mereka.
Oleh karena itu, hal ini harus menjadi perhatian yang serius. Selain untuk menjaga harkat dan martabat kebudayaan Sulawesi Utara di negeri orang, hal ini juga menjadi sebagai salah satu promosi wisata daerah yang sangat potensial untuk menyerap wisatawan baik lokal maupun mancanegara, dikarenakan dilakukan di daerah yang tingkat kunjungan wisatawannya sudah sangat banyak dan multinasional.
Kedepannya, mereka berharap, pemerintah dapat mengalokasikan pendanaan untuk kegiatan-kegiatan kebudayaan Sulawesi Utara yang dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa di perantauan seperti ini, selain untuk menjaga kualitas pertunjukan kebudayaan Sulut, juga bisa menjadi salah satu bentuk penghematan anggaran di bidang kebudayaan, karena tidak harus mengalokasikan dana tiket pesawat pulang pergi lagi.
“Semoga kreativitas putra-putri terbaik Sulawesi Utara ini berbau harum bagi masyarakat Sulawesi Utara, dan menjadi motivasi bagi masyarakat dalam menjaga kebudayaannya,” jelas Lombok. (jerrypalohoon)