Bitung – Program proyek fisik di sejumlah sekolah dengan sitim swakelola dianggap tidak tepat dan sangat beresiko menimbulkan persoalan hukum dikemudian hari.
Hal itu dikatakan Dewan Pembina Garda Tipikor Indonesia (GTI) Sulut, Berty Lumempouw beberapa waktu lalu.
“Program itu harus dihentikan karena sudah banyak kepala sekolah selaku pelaksana proyek harus berurusan dengan hukum dan swakelola hanya menambah beban bagi sekolah,” kata Berty.
Ia mmengatakan program swakelola tak sejalan dengan tugas kepala sekolah sebagai pendidik dan bertanggung jawab terhadap aktifitas belajar mengajar. Namun dengan adanya program itu, maka mau tidak mau kepala sekolah harus mengurus proyek yang jelas-jelas tak berkaitan dengan tugasnya sebagai kepala sekolah.
“Bayangkan, seorang kepala sekolah yang harusnya mengurusi guru dan siswa harus paham kontruksi, belanja material serta mengurus tukang dan melakukan pengawasan pembangunan yang belum tentu dipahami,” katanya.
Akibatnya kata dia, banyak kepala sekolah yang harus bolak-balik dipanggil penegak hukum karena proyek yang ditangani dianggap bermasalah. Karena dari awal, kepala sekolah memang tak ditugaskan untuk mengurus proyek pembangunan.
“Jadi alangkah lebih tepat jika swakelola dihilangkan dan proyek fisik dikerjakan pihak ketiga agar kepala sekolah tetap fokus pada aktifitas belajar mengajar,” katanya.
Sementara itu, swakelola adalah pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri tanpa melibatkan pihak lain.(abinenobm)