Manado, BeritaManado.com – Pemberantasan mis/disinformasi perlu dilaksanakan secara masif dan berkelanjutan.
Upaya tersebut perlu dilakukan mengingat masih banyaknya penyebaran berita hoax di masyarakat.
Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyebutkan bahwa ada sekitar 800.000 situs di Indonesia yang telah terindikasi sebagai penyebar informasi palsu.
Internet telah salah dimanfaatkan oknum tertentu untuk keuntungan pribadi dan kelompoknya dengan cara menyebarkan konten-konten negatif yang menimbulkan keresahan dan saling mencurigai di masyarakat.
Hasil survei Katadata Insight Center (KIC) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2021, menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang menyebarkan informasi bohong atau hoaks.
Sebanyak 11,9% responden mengakui telah menyebarkan berita hoaks pada 2021.
Persentase tersebut naik dari 11,2% dari tahun sebelumnya.
Meski demikian, responden yang mengaku tidak pernah menyebarkan berita atau informasi bohong jauh lebih banyak.
Sebanyak 88,1% responden mengaku tidak pernah menyebarkan hoaks.
Namun, angka ini turun dari tahun sebelumnya yang sebesar 88,8%.
Survei tersebut dilakukan pada 4 hingga 24 Oktober 2021 di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota di Indonesia.
Metode yang digunakan adalah multistage random sampling dengan teknik home visit yang melibatkan 10 ribu responden.
Adapun margin of error dari survei ini kurang lebih 0,98%. Kemudian, tingkat kepercayaan sebesar 95%.
Penyebaran berita palsu atau hoax kian sulit dikendalikan seiring berkembangnya teknologi.
Pada Januari 2022, 13 remaja di Makassar, Sulawesi Selatan menyerang wilayah perumahan warga hingga memicu 3 korban luka-luka disabet samurai.
Aksi para pelaku itu dipicu berita bohong atau hoax bahwa salah satu rekan para terduga pelaku tewas dibunuh. Informasi bohong tersebut beredar dengan cepat.
Penyerangan pun dilakukan di wilayah Perumahan Hartaco, Kelurahan Parang Tambung, Kecamatan Tamalate, Jumat (7/1/2022) sekitar pukul 05.00 Wita.
Para terduga pelaku menyerang sejumlah remaja di kawasan perumahan sehingga para korban terluka akibat sabetan samurai.
Selain melukai tiga orang, kelompok terduga pelaku juga melakukan perusakan sepeda motor.
Tidak hanya para remaja. Korban hoaks bisa menyasar siapa saja, bahkan sekelas kepala daerah.
Seperti yang dialami Bupati Jember, Hendy Siswanto yang sempat terkejut tentang info viral di media sosial terkait kasus kemiskinan di Jember yang ternyata hoax.
Hal itu ia ungkapkan saat menjadi host dialog bertema peran media yang digelar bersama Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) di Pendopo Wahyawibawagraha, Minggu (16/01/2022) malam.
Hendy menceritakan, pada 2021 ia mendapat kabar di media sosial tentang seorang nenek yang terpaksa memakan rumput karena sangat miskin.
Berita itu sempat viral dan bahkan dibaca oleh Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa yang langsung menegurnya.
Ia kemudian menegur sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) seperti Dinas Sosial dan BPBD Jember.
Namun ternyata, informasi tersebut adalah false context (konteks keliru) yang merupakan salah satu jenis hoax.
Peristiwa itu sebenarnya terjadi pada tahun 2017, di masa pemerintahan bupati sebelumnya.
Pembuat hoaks mengemasnya seolah-olah informasi itu terjadi saat ini tanpa diketahui motifnya.
Atas rentetan peristiwa ini serta menekan angka terjadinya hoax, sosialisasi terus digencarkan untuk meminimalisir penyebaran konten hoax.
Masyarakat juga telah diinformasikan terkait hukuman bagi mereka yang berujar kebencian/SARA melalui UU ITE.
Pertumbuhan pengguna smartphone dan media sosial yang tidak diimbangi literasi digital menyebabkan berita palsu alias hoax merajalela.
Tidak hanya melalui situs online, hoax juga beredar di pesan chatting. Jumlah hoax yang semakin meningkat dan tak terbendung membuat pemerintah akhirnya berinisiatif melakukan sejumlah cara bahkan penyebar hoax bisa dijerat hukum.
Dilansir dari Indonesiabaik, situs yang dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, bagi penyebar hoax, dapat diancam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE (UU ITE) yang menyatakan “Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik yang Dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016, yaitu dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Untuk melaporkan hoax, pengguna juga bisa melakukan screen capture disertai url link, kemudian mengirimkan data ke [email protected]. Kiriman aduan segera diproses setelah melalui verifikasi.
Kerahasiaan pelapor dijamin dan aduan konten dapat dilihat di laman web trustpositif.kominfo.go.id.
Berikut beberapa tips yang bisa dicoba untuk menghindari berita hoax:
1. Cek sumber informasi/berita
Yang pertama, ini wajib sekali dilakukan. Sebelum menelan informasi yang diterima, cek dulu sumber beritanya. Terutama, jika tersebar lewat grup Whatssapp. Wajib ditelaah dulu, sumber berita dan informasinya dari mana. Bila tidak ada sumbernya, lebih baik dilewati saja.
2. Cek kelengkapan informasi
Sering terjadi, sebuah informasi viral, kemudian memicu perdebatan. Padahal yang tersebar itu cuma ‘sepotong’ alias informasinya kurang lengkap. Jadi, ada baiknya kalau dapat informasi yang memantik emosi atau provokatif, ditelusuri lagi.
Apakah beritanya sudah lengkap atau hanya potongan saja.
3. Jangan termakan judul
Semakin menarik judul, maka potensi berita akan dibaca juga semakin besar. Wajar saja banyak berita yang menggunakan judul clickbait untuk memancing rasa penasaran pembaca.
Tapi, tidak jarang judul itu tidak sesuai dengan isi artikelnya. Jadi, jika melihat judul yang kelihatannya agak aneh atau terlalu berlebihan, coba dibaca dulu isi artikelnya sebelum dikonsumsi informasinya.
Setidaknya kesimpulan yang diperoleh pembaca bisa lebih berimbang.
4. Periksa keaslian foto atau video
Saat ini tidak hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video.
Ada kalanya pembuat hoax juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca.
Cek dulu keaslian foto dengan cara sederhana. Coba drag-and-drop foto ke kolom pencarian Google Images, maka hasil pencarian akan menampilkan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.
5. Perhatikan tanggal artikelnya
Ini juga wajib dilakukan. Kadang, ada orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang entah dengan tujuan apa, tiba-tiba mengunggah lagi berita jadul dan menjadi viral di dunia maya.
Sebelum membaca beritanya, cek dan perhatikan lagi tanggal artikelnya.
6. Jangan asal share
Hoax gampang beredar karena seringkali orang begitu dapat info, langsung share ke orang-orang terdekatnya tanpa repot-repot mengecek kebenarannya.
Olehnya, sebelum membagikan kembali, coba dilihat dulu kebenaran berita.
Bisa melakukan pengecekan di Google atau cari referensi berita serupa dari situs online resmi, kemudian bandingkan isinya, apakah sama atau berbeda, atau sudah ada informasi yang menyatakan kebenaran berita tersebut.
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan.
(***/Finda Muhtar)