Manado – Fenomena politik di Sulut sepertinya mengandalkan tiga jalur untuk meraih posisi DPRD. Pengamat politik yang juga akademisi Unsrat DR Ferry Liando pada prediksi akademiknya menyatakan, tiga jalur tersebut adalah jalur gereja, jalur pemilik modal dan jalur kekerabatan.
“Academic prediction saya bahwa DPRD provinsi, kabupaten dan kota akan dikuasai oleh tiga jalur ini.
Pertama, para politisi berlomba-lomba meraih posisi gereja dengan maksud mendongkrat ketenaran dan popularitas. Politisi yang meraih jabatan puncak di struktur gereja, akan memanfaatkan struktur wilayah dibawahnya sebagai mesin pengumpul suara. Politisi di jalur ini akan memanfaatkan mimbar-mimbar gereja sebagai arena kampanye gratis,” ujar Liando.
Sementara jalur kedua menurut Liando adalah politisi pemilik modal. “Mereka akan memanfaatkan fasilitas yang mereka miliki untuk menyuap pemilih, menyuap KPPS dan PPS untuk kepentingan kemenangannya. Meski kalah modal sosial, tapi mereka kuat dari aspek modal finansial. Beberapa Pilkada terakhir membuktikan bahwa uang ternyata sebagai penggerak utama kemenangan,” jelasnya.
Jalur ketiga adalah kekerabatan. Kelompok politisi jalur ini akan memanfaatkan popularitas, jaringan ataupun power yang dimiliki kerabatnya. Identitas yang melekat pada Caleg-caleg seperti ini adalah politisi aji mumpung.
“Mumpung kerabat (suami, isteri, orangtua, kakak, adik) adalah pejabat maka ia menjadi Caleg. Caleg yang didukung kerabat pejabat sangat diuntungkan. Pesan-pesan atau ajakan pemerintah dalam iklan-iklan maupun baliho yang menampilkan pejabat yang bersangkutan kerap menampilkan kerabat pejabat yang jadi Caleg.
Dalam hal ini Caleg-caleg yang bersangkutan mendapat fasilitas kampanye gratis. Dalam hal penyerahan Bansos, pejabat kerap memanfaatkan kerabatnya sebagai Caleg untuk menyerahkan Bansos tersebut ke masyarakat. Pejabat juga bisa mengerahkan pejabat-pejabat dari eselon 2, Camat, Lurah hingga Kepala Lingkungan sebagai pengumpul suara. KPPS dan PPS yang strukturnya banyak diisi oleh PNS guru, rawan akan dintervensi pejabat,” tukasnya mengingatkan.
Liando mengoreksi pendapat banyak orang soal penggunaan istilah dinasti politik bagi Caleg yang punya kekerabatan dengan pejabat adalah sangat keliru. Dinasti politik menurutnya hanya berlaku bagi negara-negara yang menggunakan sistem monarki. Pergantian kepemimpinan pada sistem ini berdasarkan perpindahan atau peralihan kekuasaan berdasarkan genetik, tanpa proses pemilihan langsung dari rakyat.
“Pemilu di Indonesia dilakukan secara langsung. Jika ada kerabat penguasa yang menjadi Caleg, itu bukan dinasti politik tapi politisi aji mumpung,” ketusnya. (**/Jerry)