Manado-Pada 2003, masyarakat Adat etnis Borgo-Bawontehu diperkirakan mencapai 100 ribu jiwa. Mereka tersebar di seluruh bagian Kota Manado.
4 Maret 2004, etnis ini menggelar rapat adat di Kelurahan Bitung Karangria. Disepkatai pembentukan organisasi adat dan dua wilayah adat. Wilayah pertama mencakup Mahakeret, Kampung Kodo, Pondol, Sindulang 1 dan 2, Bitung Karangria, Maasing, Tumumpa 1 dan 2, Cempaka, Batusaiki, Tongkaina, Bunaken, Siladen, Manado Tua, Mantehage, nain, Talise, Gangga, Bangka, Kinabohutang dan Lihaga.
Wilayah adat kedua adalah wilayah adat persahabatan, mencakup, pesisir Minut (persahabatan dengan suku Tonsea), Tanawangko (persahabatan dengan suku Tombulu), Amurang dan Tumpaan (persahabatan dengan suku Tontemboan) serta Belang (persahabatan dengan suku Ponosokan).
Masyarakat adat Borgo-Bawontehu baru saja menggelar pesta rakayatnya pekan ini. Namun reaksi terhadap kegiatan itu dari berbagai pihak memang sangat minim, kalau boleh dibilang kurang bergairah dan tidak antusias. Pemkot Manado sendiri seperti tidak pernah memandang etnis satu ini, melihat perwakilan yang dikirim untuk menghadiri kegiatan itu “hanya” sekretaris kecamatan Tuminting, bukan camat apalagi pejabat dengan posisi lebih tinggi.
Tidak heran karena etnis satu ini masih cukup asing di telinga Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Manado, Peter Assa. Ketika disambangi beritamanado baru-baru, Peter terkesan agak dingin menanggapi undangan kegiatan tersebut. Bahkan akhirnya tak menghadiri pesta rakyat etnis Borgo-Bawontehu, dengan alasan mendadak tugas ke luar daerah. Padahal dengan perhatian dan sentuhan pemerintah, sudah selayaknya kegiatan-kegiatan etnis Borgo-Bawomtehu di pesisir Manado ini masuk dalam calendar of ivent (alf)