Tomohon – Bahasa merupakan simbol dari peradaban manusia yang secara sederhana dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati dan disimpulkan sebagai alat untuk berkomunikasi dalam menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan. Ini merupakan warisan budaya dari leluhur dan menjadi tanggung jawab kita bersama untuk terus melestarikannya, yaitu Bahasa Tombulu yang digunakan oleh sebagian besar penduduk Kota Tomohon.
Hal tersebut diungkapkan Walikota Tomohon Jimmy Eman SE Ak saat membuka Seminar Bahasa Tombulu yang dilaksanakan oleh Dinas Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tomohon di Aula Happy Lyste, Kamis (19 Juni 2014). “Menjadi kewajiban bagi kita semua yang mengerti Bahasa Tombulu agar meneruskan dan mewariskan nilai budaya kearifan lokal kepada para generasi penerus agar terpelihara dan lebih berkembang untuk digunakan sehari-hari, tidak saja oleh orang tua sebagai bahasa percakapan tetapi sangat diharapkan para generasi muda bisa dengan bangga dan jangan malu menggunakan Bahasa Tombulu sehingga kita bisa mengutip istilah anak muda sekarang, kalo nda tau bahasa tombulu nda gaul,” ungkap Eman.
Lanjutnya, upaya pemerintah melestarikan Bahasa Tombulu tentu saja membutuhkan dukungan dan kerja sama seluruh komponen masyarakat sehingga apa yang menjadi harapan bisa tercapai yaitu untuk tetap menjaga serta mengembangkan kelestarian Bahasa Tombulu. “Diharapkan peran dari kita semua sebagai bagian masyarakat Sub Etnis Tombulu agar aktif berperan serta melalui kegiatan yang bersifat mendorong dan mengembangkan kearifan lokal yang menjadi identitas dari masyarakat Kota Tomohon guna kelestarian nilai-nilai budaya yang terkandung dalam Bahasa Tombulu,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tomohon Drs Gerardus Mogi menjelasakan tujuan dilaksankannya kegiatan untuk melestarikan budaya dari para leluhur dan mengembangkan Bahasa Tombulu sebagai bahasa daerah. “Sehingga masyarakat Kota Tomohon tidak kehilangan identitas sebagai sub etnis Tombulu. Peserta berjumlah 55 orang yang terdiri dari tokoh masyarakat sebagai pemerhati budaya, generasi muda, akademis, mahasiswa, pelajar,” terang Mogi sembari menambahkan narasumber Ben Palar, Albert Polii dan Prof DR WA Roeroe Mth. (Recky Pelealu)