Dari: Yerry Palohoon
Manado sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Utara memiliki beragam kehidupan termasuk aktivitas Pekerja Seks Komersial (PSK) yang terus bertumbuh seiring perkembangan zaman seperti jamur di musim hujan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Sulut tercatat 101 Pekerja Seks Komersil (PSK) sebagai kelompok rentan menyebar HIV-AIDS di Sulawesi Utara.
Data tersebut sama dengan data pengelola kantor Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Sulut, bahkan PSK yang terdata belum termasuk pekerja seks di jalur prostitusi online.
Aktivitas prostitusi yang dianggap sebagai penyakit masyarakat saat ini bukan sekedar pemenuhan kebutuhan untuk mempertahankan hidup tapi telah menjadi gaya hidup dan bisnis menguntungkan. Sekali berbisnis dalam hitungan jam si pelaku bisnis prostitusi dapat meraup uang ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Paling tren, saat ini di Kota Manado marak prostitusi online menggunakan aplikasi BeeTalk yang menjadi andalan para pelaku prostitusi di samping memanfaatkan media sosial lain seperti Facebook, Twitter dan lainnya. Diketahui, kelebihan aplikasi BeeTalk mudah mencari teman, chat sesama teman otomatis terhapus dalam beberapa detik membuat aplikasi ini menjadi primadona prostitusi online.
Kemajuan teknologi komunikasi yang dimanfaatkan pelaku prostitusi online tampaknya tidak sanggup diimbangi pemberian sanksi hukum dan sanksi moral oleh pemerintah dan tokoh agama. Pemerintah termasuk aparat kepolisian lamban, padahal Indonesia memiliki banyak perangkat hukum yang dapat dimanfaatkan untuk mencegah sekaligus memberi sanksi bagi pelaku prostitusi termasuk prostitusi online seperti Undang-Undang Perkawinan, UU Perlindungan Perempuan dan Anak, UU ITE dan UU Pornografi.
Praktik prostitusi secara keseluruhan tidak hanya prostitusi online dari waktu ke waktu sangat sulit diberantas. Perangkat Undang-Undang yang di siapkan tidak mampu mengimbangi pesatnya pertumbuhan praktik prostitusi sudah menjadi gaya hidup dan bisnis sangat menguntungkan. Ibarat, pelaku prostitusi seperti mengemudikan mobil Fortuner sementara perangkat aturannya hanya Toyota Avanza sehingga sulit mengejar.
Akibat perangkat aturan yang sulit menjangkau dan mengejar pelaku prostitusi sudah termasuk penyedia jasa maka terciptalah “lokalisasi-lokalisasi kecil” yang secara hukum melanggar aturan tapi sulit diberantas. Di Kota Manado “lokalisasi prostitusi” berada hampir di semua kawasan ramai termasuk kawasan kampus. Kondisi tersebut menciptakan penilaian buruk bagi mahasiswa yang kos-kosan di sekitaran kampus karena sudah bercampur dengan pelaku prostitusi.
Sekali lagi, sejak negara Indonesia diproklamirkan pemerintah terus mengupayakan pemberantasan prostitusi melalui berbagai regulasi, namun faktanya prostitusi sulit diberantas bahkan dari tahun ke tahun terjadi peningkatan kuantitas bahkan kualitas praktik prostitusi. Prostitusi online yang memanfaatkan kemajuan teknologi aplikasi merupakan bukti peningkatan kualitas praktik prostitusi tersebut.
Saatnya pemerintah termasuk pemerintah kota Manado mengambil langkah pencegahan paling tidak pengendalian praktik prostitusi. Lokalisasi Wanita Tuna Susila (WTS) dan Pekerja Seks Komersial (PSK) patut dipertimbangkan menjadi salah-satu solusi pengendalian, termasuk pencegahan penyakit menular HIV-AIDS. Lokalisasi yang dimaksud adalah melegalkan praktik prostitusi dengan cara melakukan lokalisasi di tempat-tempat tertentu sambil memperhitungkan kondisi sosial kawasan.
Lokalisasi WTS/PSK di Kota Manado perlu dilakukan bertujuan untuk mengendalikan bahkan bisa mencegah masyarakat menjadi pelaku prostitusi. Lokalisasi akan memperkecil wanita menjadi PSK termasuk lelaki hidung belang pengguna jasa, karena sebenarnya masyarakat Minahasa (termasuk orang Manado) memiliki sifat malu sangat tinggi. Namun faktanya prostitusi sudah menjamur karena pelaku prostitusi di Manado merasa nyaman dengan status “abu-abu”. Artinya, mereka tidak merasa sebagai PSK karena tidak diketahui orang lain. Melalui lokalisasi akan memisahkan masyarakat pekerja seks dengan pekerja normal lainnya.
Referensi dari lokalisasi PSK bisa meniru negara Malaysia. Negara ini melakukan penerapan hukum syariat ketat paling tidak dibandingkan Indonesia yang tidak menerapkan hukum agama atau syariat agama kecuali di Daerah Istimewa Aceh. Namun lokalisasi PSK dilakukan di Malaysia sama halnya negara jiran ini juga melegalkan aktivitas judi kelas atas yakni kasino di Genting Highland. Chowkit adalah nama kawasan di Kualalumpur, ibukota Malaysia yang merupakan lokalisasi PSK terbesar di Malaysia.
Pertanyaannya, apakah lokalisasi memungkinkan dilakukan di Kota Manado? Tentu dasar regulasi paling kuat adalah Peraturan Daerah (Perda). Namun, apakah Pemerintah dan DPRD berani melakukannya? Mestinya bisa! Berfilosofi pada Undang-Undang Otonomi Daerah mestinya pemerintah dan masyarakat di kabupaten dan kota harus mampu meminimalisir permasalahan tentu melalui regulasi sesuai ke-khasan daerah masing-masing.
Intinya, manusia hanya memiliki dua pilihan yakni hidup atau mati, setuju atau tidak setuju, kiri atau kanan. Selama ini kita terbiasa dengan tidak berani mengambil pilihan sehingga pilihan paling sering diambil adalah warna abu-abu, bukan hitam bukan juga putih.
Semoga!!!