
Manado, BeritaManado.com – Kementerian Diktiristek terus mendorong peran aktif perguruan tinggi dalam pembangunan nasional melalui inisiatif Gerakan Kampus Berdampak, yang menempatkan kampus sebagai agen perubahan sosial dan penggerak pembangunan berkelanjutan.
Sebagai bagian dari upaya ini, sebuah talkshow yang sangat menginspirasi bertajuk “Gerakan Kampus Berdampak dan Desa Wisata” yang disiarkan langsung dari salah satu radio di Manado menghadirkan dua narasumber terkemuka yang membahas sinergi antara dunia pendidikan tinggi dan pengembangan desa wisata.
Talkshow ini menghadirkan Dr. Drevy Malalantang, Staf Khusus Gubernur Sulawesi Utara Bidang Pariwisata, dan Drs. Teddy Manueke, Ketua Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Seluruh Indonesia (ABP-PTSI) Sulawesi Utara.
Dr. Drevy menekankan bahwa pembangunan desa wisata bukan hanya soal infrastruktur dan promosi, tetapi juga transformasi sosial dan pemberdayaan masyarakat.
Ia menjelaskan bahwa desa wisata yang dikelola dengan baik dapat menjadi sarana pelestarian budaya sekaligus pendorong ekonomi lokal.
“Ketika kita bicara tentang desa wisata, kita bicara tentang menciptakan peluang bagi masyarakat untuk menjadi subjek pembangunan. Kita ingin agar masyarakat desa tidak hanya menjadi penonton, tetapi pelaku utama dalam kemajuan daerahnya,” ujar Malalantang.
Ia menambahkan bahwa pengembangan desa wisata memiliki manfaat utama bagi masyarakat yakni, peningkatan pendapatan melalui aktivitas ekonomi lokal seperti kerajinan, kuliner, dan atraksi wisata.
Dari aspek budaya akan berdampak pada pelestarian budaya dan tradisi, melalui promosi kegiatan seni, upacara adat, dan kearifan lokal, sekaligus pada pengembangan infrastruktur pariwisata.
Selanjutnya pengembangan desa wisata akan menumbuhkan kesadaran lingkungan lewat edukasi dan praktik pelestarian alam.
Dari aspek kualitas SDM peningkatan kapasitas masyarakat desa melalui pelatihan dan transfer ilmu, termasuk kemampuan berbahasa asing dan kewirausahaan serta peningkatan kualitas hidup secara menyeluruh melalui akses yang lebih baik terhadap pendidikan, kesehatan, dan layanan dasar secara menyeluruh.
“Semua ini bisa terjadi jika ada kolaborasi yang erat antara pemerintah, masyarakat, dan perguruan tinggi. Kampus bisa menjadi mitra strategis dalam membangun road map pengembangan desa wisata berbasis potensi lokal dan keberlanjutan,” tambahnya.
Sementara itu, Drs. Teddy Manueke menyoroti peran penting perguruan tinggi dalam mendukung pengembangan desa wisata di Sulawesi Utara melalui program Kampus Berdampak.
Menurutnya, kampus memiliki beragam kompetensi yang dapat mendampingi dan mengawal proses pembangunan desa wisata secara menyeluruh—mulai dari perencanaan, pelatihan, hingga evaluasi berbasis data dan capaian.
“Perguruan tinggi siap hadir di tengah masyarakat desa, khususnya desa wisata, untuk memastikan perkembangan yang komprehensif dari tahap rintisan hingga menjadi desa wisata mandiri dan berkelanjutan,” ujar Manueke.
Talkshow ini menjadi bagian dari upaya membangun kolaborasi erat antara dunia akademik, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam memajukan sektor pariwisata berbasis komunitas dan pelestarian lingkungan.
Gerakan Kampus Berdampak diharapkan dapat menjadi katalisator transformasi desa-desa di Indonesia menuju kemandirian dan kesejahteraan.
(***/srisurya)