Manado – Tim Perumus (Timmus) RUU Sistem Peradilan Pidana Anak Komisi Komisi III DPR-RI mengunjungi Sulawesi Utara tanggal 17 s.d. 19 Juni 2012 dipimpin oleh Ketua Tim sekaligus Ketua Komisi III DPR-RI Gede Pasek Suardika. Tim ini melakukan pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, POLDA Sulut, Kejati Sulut, Pengadilan Tinggi Sulut dan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Sulut.
Maksud kunjungan Timmus kali ini adalah membahas RUU Sistem Peradilan Anak di Komisi III DPR RI yang saat ini telah memasuki tahap Perumusan melalui Tim Perumus. SalaPOLDA,Sulut,h satu bagian krusial yang masih diperpanjang pembahasannya adalah mengenai kesiapan pemerintah untuk menyediakan infrastruktur dan aparat peradilan khusus untuk pelaksanaan Undang-undang tersebut apabila telah disahkan nantinya.
Dalam rancangan pasal 103 disebutkan bahwa dalam waktu paling lima 5 (lima) tahun setelah diberlakukannya Undang-undang ini Kepolisian wajib memiliki penyidik khusus kasus pidana anak, Kejaksaan wajib memiliki penuntut umum, pengadilan wajib memiliki hakim, Kementerian Kehakiman dan HAM wajib membangun Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) di Provinsi dan Lembaga Penitipan Anak Sementara (LPAS) dan Kementerian Sosial wajib membangun Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
“Jangan-jangan Undang-undangnya sudah disahkan dan diberlakukan, dukungan infrastrukturnya ternyata belum bisa disiapkan, nantinya undang-undangnya akan mubasir,” ujar Suardika ketika menyampaikan maksud dan tujuan kunjungan Tim Perumus RUU Sistem Peradilan Anak Komisi III DPR RI ke Sulawesi Utara.
Secara lengkap Pasek Suardika mengatakan bahwa maksud kedatangan Tim ini ke Sulut adalah dalam rangka mencari masukan dan mengetahui konsepsi dan praktek yang berkembang yang terkait dengan Sistem Peradilan Pidana Anak, mengetahui kesiapan teknis dan jangka waktu yang diperlukan untuk pembangunan sarana dan prasarana dan mempersiapkan sumber daya menusia Undang-undang ini nantinya dapat berjalan dengan efektif.
Suardika menambahkan bahwa RUU ini lebih bersifat Restoratif Justice dan mengedepankan Diversi untuk menghindari anak yang tersangkut kasus hukum mengalami trauma ketika berhadapan dengan persidangan di pengadilan. Ia menjelaskan justru Undang-undang ini dimaksudkan untuk mengakomodir hak anak untuk mendapatkan perlakukan yang sesuai dengan karakteristik jiwanya bahkan saat harus diperhadapkan dengan masalah hukum di pengadilan.
“Selama ini ketika tersangkut dengan hukum dan harus dibawa ke pengadilan, acara pengadilan yang diterapkan masih mengacu pada KUHAP yang menerapkan acara yang disamakan dengan orang dewasa,nah ini harus diatur dalam Undang-undang,” ujarnya. (*jrp)