Manado – Kasus kematian Fanli Langihide (14), siswa SMP Kristen 46 Mapanget, yang meninggal dunia usai dikenai hukuman lari oleh oknum guru pada Selasa, 1 Oktober 2019 lalu, masih berlanjut.
Merasa tidak puas dengan penanganan kepolisian Polsek Mapanget, ayah korban, Joni Langihide, didampingi tante korban, Siti Nurhalibah, mendatangi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) di Kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Pemprov Sulut di bilangan Lapangan Spartak Tikala, Kota Manado, Selasa (15/10/2019).
Ayah dan tante korban diterima advokat P2TP2A sekaligus Satgas PPA Pemprov Sulut, Adv. EK Tindangen, SH.
Kepada Satgas PPA, EK Tindangen, ayah korban, Joni Langihide, mengeluhkan penanganan kasus yang lamban.
“Sampai sekarang oknum guru itu masih bepergian bebas belum ada penahanan. Bahkan keluarga diminta damai, padahal kami ingin keadilan, proses hukum,” ujar Joni Langihide.
Bukan tanpa alasan keluarga desak proses hukum seadil-adilnya, karena menurut Joni, ada korban nyawa dari kasus tersebut.
“Di semua kasus pasti ada pihak yang harus bertanggung-jawab, apalagi pada kasus kematian seperti dialami anak kami,” tukas Joni dengan raut muka sedih.
Sementara Satgas PPA, EK Tindangen, berjanji akan mengawal kasus hingga masuk pengadilan.
“Ini bukan kasus biasa, extra ordinary, tidak main-main. Seorang anak meninggal dunia ketika sementara menjalani hukuman dari guru. Pelanggaran berat! Tersangka bisa kena undang-undang perlindungan anak dan pasal penganiayaan,” kata Tindangen.
Sehingga, lanjut Ketua Ikadin Sulut ini, pihaknya akan melaporkan ke Propam Polda Sulut jika penyidikan tidak sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
“Keluarga korban tidak sepakat usaha damai maka wajib proses hukum. Sekali lagi, ini kasus kematian dengan korban masih anak-anak,” tegas Tindangen.
Diketahui, sebelum mengembuskan napas terakhir, korban saat itu sempat mengeluh pusing. Namun, hal itu tidak digubris guru berinisial CS. Korban malah disuruh berlari mengitari lapangan sekolah. Pada putaran keempat, korban ambruk hingga tak sadarkan diri akhirnya meninggal dunia setelah menjalani perawatan di RSUP Kandou Manado.
Ayah korban, Joni Lahingide mengatakan, anaknya dihukum guru karena terlambat masuk sekolah.
“Anak saya dihukum di bawah terik matahari bersama teman-teman lainnya. Anak saya padahal saat itu mengeluh pusing, tapi guru itu tetap menyuruh anak saya dan teman-temannya yang terlambat lari mengelilingi lapangan,” tutur Joni.
(JerryPalohoon)