Pilar Demokrasi
Hasil Kerjasama beritamanado dengan KR68H
“Artikel ini sebelumnya disiarkan pada program Pilar Demokrasi KBR68H. Simak siarannya setiap Senin, pukul 20.00-21.00 WIB di 89,2 FM Green Radio”
Pemerintah, DPR, Bawaslu dan KPU menyepakati anggaran Rp 700 miliar untuk dana saksi parpol di tiap TPS di Pemilu 2014 mendatang. Dana tersebut berasal dari Anggaran Pembelian dan Belanja Negara (APBN). Banyak pihak menilai dana yang disiapkan pemerintah tersebut melanggar aturan dan tidak memiliki dasar hukum. Sebab, dalam dalam UU Pemilu menyebutkan, bantuan APBN untuk pemilu hanya diperbolehkan untuk melaksanakan pendidikan politik bagi anggota Parpol dan masyarakat. Pemerintah, KPU dan Bawaslu sendiri saling menyalahkan siapa yang terlebih dahulu mengusulkan rencana pembayaran dana saksi tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menilai negara tidak harus membiayai saksi pemilu yang berasal dari parpol. Senan kata dia, bila saksi tersebut dibiayai negara, maka statusnya bukan lagi saksi parpol. Tapi penyelenggara pemilu. “ Kalau dibayar uang negara berarti pertanggungjawabannya bukan lagi ke parpol,” kata Ray.
Beberapa waktu lalu beberapa LSM yang diantaranya Lingkar Madani Indonesia (LIMA) mengadukan hal tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Direktur LIMA Ray Rangkuti beralasan, kucuran duit sebesar Rp 700 miliar patut diawasi supaya tidak dikorup. “Menurut KPK dana ini memang berpotensi menyalahi aturan karena tidak pernah dicantumkan dalam DIPA anggaran,” imbuh Ray.
Sementara itu anggota Bawaslu Daniel Zuhron mengaku lembaganya belum punya sikap pasti atas dana tersebut. Kata dia, prnsipnya Bawaslu memang butuh mitra Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) dalam jumlah yang banyak. Sebabnya, dia mengklaim Bawaslu kurang tenaga dalam mengawasi pemilu. “ Sejak 2003 kita ajukan penambahan mitra PPL ke DPR dan pemerintah,” kata Daniel.
Daniel menambahkan, kebutuhan akan PPL sangat mendesak karena potensi kecurangan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) sangat besar. Namun demikian secara pribadi dia menganggap pembiayaan saksi parpol oleh negara berat untuk dilakukan. Kata dia, hal yang memberatkan Bawaslu adalah soal pengawasan dan pertanggungjawaban duit negara itu.
Namun demikian, menurut Daniel pemberian dana saksi parpol merupakan salah satu bentuk itikad baik dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas Pemilu. Khususnya dari sisi pengawasan. Selain itu, hal ini juga kata dia dapat meningkatkan partisipasi saksi dalam mengawasi jalannya Pemilu.
Ray Rangkuti tampaknya tidak terlalu setuju soal itu. Kata dia, partisipasi bukan berarti harus dibayar. “Kalau namanya partisipasi tanpa dibayarpun harusnya mau,” imbuhnya. Selain itu kata dia, hal ini menjadi ujian bagi partai politik. “ Seharusnya parpol bisa menggerakkan kadernya menjadi saksi. Kalau tiak bisa, bagaimana merka bisa menggerakkan masyarakat nanti,”Tuturnya.
Ray juga menganggap duit sebesar Rp 700 miliar mubadzir bila disalurkan untuk saksi parpol. “ Kalau dibayar berarti saksi parpol berubah status jadi saksi pemerintah. Dengan begitu aka nada sekitar 14 saksi pemerintah di satu TPS. Itu mubadzir,” tegasnya. Terlebih dia menilai beberapa parpol punya banyak dana dari para pemimpinnya. “ Beberapa pasangan capres sangat kaya bahkan bisa tampil di sinetron. Masa bayar saksi saja tidak mampu?” Ujarnya. (*)