Bitung – Penarikan biaya tambat perahu di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Kota Bitung mulai dipertanyakan sejumlah kalangan. Pasalnya, biaya yang selema ini ditarik oleh petugas PPS Kota Bitung tak jelas dietorkan kemana kendati biaya itu tergolong Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Biaya tambat perahu sudah dikeluhkan para nelayan karena menduga biaya itu tak disetor tapi masuk dalam kantong pribadi petugas PPS Kota Bitung,” kata salah satu warga, Petrus Sidangoli beberapa waktu lalu.
Sidangoli mengaku mendapat informasi jika biaya itu kerap diselewengkan alias tidak dicatat sebagai setoran kendati secara aturan tergolong PNBP sektor perikanan yang dikelola Kementerian Kelautan dan Perikanan RI lewat PPS Kota Bitung.
“Dugaannya, biaya tambat itu masuk kantong ke pribadi oknum-oknum tertentu di PPS Kota Bitung,” katanya.
Tak hanya itu, Sidangoli juga menilai selama ini PPS Kota Bitung terkesan arogan dalam melaksanakan kinerja mereka. Mengingat lembaga tersebut merupakan instansi vertikal yang tidak bertanggungjawab ke Pemkot Bitung maupun Pemprop Sulut melainkan langsung dibawah Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Makanya selama ini mereka agak tertutup, termasuk dalam pelayanan. Jadi, sangat diharapkan aparat hukum melakukan pengusutan kasus ini agar ada transparansi,” katanya.
Sesuai data, nominal retribusi biaya tambat perahu yang ditarik petugas PPS mengacu pada kapasitas. Untuk ukuran 4 Gross Ton (GT) dipatok Rp7 ribu sampai Rp8 ribu. Sedangkan yang lebih besar, seperti 6 GT mencapai Rp12 ribu.
Biaya tambat itu bukan ditagih per hari, melainkan bisa dalam empat atau lima hari. Jadi dengan jumlah kapal yang mencapai ribuan, bisa dibayangkan total besaran biaya tambat yang dikelola PPS Kota Bitung.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Bitung, AKP Rivo Malonda ketika dokonfirmasi soal dugaan penyimpangan biaya tambat perahu oleh petugas PPS menyatakan siap menindaklanjutinya.
“Kita akan tindaklanjuti, asalkan informasi itu akurat dan tidak bersifat fitnah,” kata Malonda.(abinenobm)