
MANADO – Saatnya meratapi sistem pendidikan berbasis uang yang diperagakan manajemen Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado. Biaya ratusan juta harus dikucurkan orang tua calon mahasiswa agar sang anak bisa studi di Fakultas Kedokteran. Alih-alih jadi dokter, ada orang tua bilang lebih baik anaknya jadi dukun! Ironis memang.
“So lebe murah jadi dukun daripada jadi dokter, jadi nda apa-apa kalo tu anak jadi dukun, ahli pengobatan tradisional,” ketus Els, ibu rumah tanggadi Malalayang Rabu (15/7) pagi tadi. Els dan suaminya Handri berharap putri mereka Inggrid, yang baru lulus SMA, bisa studi di Fakultas Kedokteran (Faked) Unsrat. Inggrid memang siswi sarat prestasi karena punya kemampuan otak encer yang akan menunjang studinya. Tapi apa daya, penghasilan pasangan suami istri ini hanya pas-pasan hingga impian punya anak dokter akhirnya pupus.
Els yang berprofesi sebagai guru bantu sebuah SD di kawasan Tuminting, sedang Handri tukang ojek, memang tak mampu memenuhi permintaan manajemen Faked, karena mematok anggaran masuk bertajuk dana pembangunan di kisaran puluhan hingga ratusan juta rupiah. “Jadi dukun, jadi dokter, ke depan sama semuanya, toh kalau mau jadi dokter ukurannya sekarang bukan otak tapi uang,” imbuh Els dengan nada sinis.
Jawaban dari Faked dan manajemen Unsrat seputar dana masuk yang besar, namun dinilai wajar, dimuat pada salah satu harian lokal yang terbit tadi pagi tak pelak amat disayangkan kalangan masyarakat Manado.
“Mudah-mudahan ke depan perguruan tinggi di Manado menelorkan dokter-dokter bermartabat mulia, yang mengobati pasien bukan diukur lewat materi seperti ukuran mereka saat memulai studi, tapi karena sadar bahwa mereka bisa mengenyam studi berdasar anugerah Tuhan,” pesan Jufri, warga Teling Atas.