
Tomohon – Menindaklanjuti Rapat Dengar Pendpata (RDP) di DPRD Sulut, beberapa waktu lalu, terkait laporan warga kelurahan Tinoor, kecamatan Tomohon Utara, terhadap warga yang bukan warga Tinoor, melakukan kegiatan perombakan hutan milik wilayah kepolisian kelurahan Tinoor oleh oknum dari warga desa lain, Komisi 1 dan Komisi 2 DPRD Sulut bersama Biro Pemerintahan dan Dinas Kehutanan melakukan kunjungan kerja turun ke lokasi yang bermasalah.
Tiga personil komisi I DPRD Sulut yakni, Julius Jems Tuuk, Netty Pantow dan Eva Sarundajang menyesalkan terjadinya perusakan lingkungan di hutan produktif Tinoor.
Saat diwawancarai disela-sela kunjungan lapangan di hutan Tinoor, Rabu (9/8-2017), Legislator Dapil Bolmong Raya James Tuuk secara tegas mengecam tindakan oknum pengusaha Berty Sumalata yang dinilai menjadi biang dari rusaknya sumber daya alam di hutan Tinoor ini.
“Kita menemukan sudah ada aktifitas pengrusakan hutan. Entah dari mana rumusnya tiba-tiba Berty Sumalata sudah mengantongi sertifikat kepemilikan tanah. Padahal tanah ini merupakan hutan produktif yang seharusnya dilestarikan, karena merupakan daerah resapan air bagi masyarakat, namun faktanya hutan ini memang sudah dirusak,” ujar Jems Tuuk.
Jems Tuuk bahkan menyesalkan aparat kepolisian khususnya Polsek setempat yang kurang merespon laporan warga, karena menurut dia apabila persoalan perusakan hutan dilakukan secara masif tidak ditindaklanjuti aparat kepolisian setempat, dirinya akan melaporkan hal tersebut kepada Kapolda.
”Kalau kepolisian setempat tidak ada tindakan, saya akan melaporkannya ke bapak Kapolda agar Kapolsek ini diperiksa. Ada apa ini? Bagaimana mungkin seorang Berty Sumalata melawan pemerintah, bagaimana ia bisa mengalahkan Kepolisian Republik Indonesia. Bagi saya ini aneh!!” sembur Jems Tuuk.
Ditambahkan Jems Tuuk, apabila memang pihak Polres Minahasa tidak bisa menyelesaikan kasus tersebut, dirinya menyarankan agar penanganannya diserahkan ke Polda Sulut, karena persoalan besar tersebut terkesan hanya diabaikan.
Senanda dengan Jems Tuuk, personil komisi I Netty Agnes Pantow, menegaskan ada sejumlah aspek yang dilanggar sehingga berimbas pada perusakan hutan tersebut, Menurutnya, bukti kejanggalan yang terungkap, dimana menurut politisi Demokrat ini, jika memang hutan tersebut menjadi hak negara kenapa beralih menjadi hak perorangan.
“Kalau memang demikian pasti ada pelanggaran ijin, juga aspek kepemilikan. Apa yang mendasari seorang Berty Sumalata sehingga dia memiliki keberanian untuk mengelola dan meng-klaim memiliki lahan seluas 200 hektar di hutan tersebut sebagai miliknya?” tandas legislator dapil Minut-Bitung ini.
Netty Pantow menambahkan, sebagai lembaga DPRD pihaknya wajib menindak-lanjuti keluhan masyarakat dengan memanggil pihak terkait guna meminta penjelasan sejauh mana peran masing-masing instansi tersebut yang mengakibatkan timbulnya persoalan di tengah-tengah masyarakat.
Pernyataan Pantow diperkuat politisi PDIP, Eva Sarundajang, yang mendesak agar segera dilakukan penelusuran lebih jauh siapa yang ada di belakang sehingga mereka berani melakukan perusakan hutan.
“Persoalan ini harus secepatnya ditelusuri, apakah lahan seluas 200 hektar yang ada di dalam hutan ini milik bapak Berty sendiri atau bagaimana. Apakah tanah-tanah tersebut adalah milik warga yang sudah diperjualkan pada bapak Berty? Bahkan ada informasi ada sebagian tanah sudah dijual oleh Berty Sumalata kepada salah-satu pengusaha di kota Tomohon. Itu tidak termasuk yang ada di lahan 200 hektar,” tandas Eva Sarundajang, sambil berharap masyarakat memberikan kesempatan kepada DPRD Sulut untuk membahas persoalan tersebut dengan instansi terkait. (***FORWARD/JerryPalohoon)