Airmadidi – Ketakutan warga Desa Resetlemen Kecamatan Likupang Timur, Minut akan kehadiran PT Meares Soputan Mining (MSM) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN) untuk mengelolah emas di wilayah tersebut, terbukti sudah.
“Sejak empat tahun MSM/TTN berdiri dan berproduksi, sangat sedikit manfaat yang dirasakan masyarakat. Paling banyak kami menderita,” kata Berty Wuwung, warga Desa Resetlemen sambil menunjuk ke arah sumur berair keruh di salah satu rumah warga, Selasa (22/3/2016).
Ya. Tiga tahun terakhir, warga setempat mengeluh susah mendapat air bersih. Untuk sumur dengan kedalaman 9 meter saja, hanya didapati air tak layak konsumsi diduga akibat limbah tambang.
Kondisi ini sangat miris mengingat desa dengan 80 kepala keluarga (KK) itu merupakan desa yang letaknya paling dekat dengan wilayah tambang.
“Tapi kami terpinggirkan. Contoh lainnya, pihak perusahaan bisa merekrut ratusan tenaga kerja dari desa lain, tapi dari desa kami hanya direkrut tak sampai 20 orang,” sambung Relly Pangemanan tokoh masyarakat setempat.
Sementara itu, Ketua Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Minut Howart Marius menyesalkan pihak perusahaan yang tidak menyalurkan dana corporate social responsibility (CSR) secara adil.
“Sejauh ini bantuan yang pernah dicicip warga hanya pembangunan drainase tahun 2013, dan bangunan pagar sekolah tahun 2014 dan tahun 2015 tidak ada dana CSR yang digelontorkan. Padahal dana tersebut wajib diberikan pihak perusahaan kepada desa-desa lingkar tambang untuk membangun sarana prasarana yang dibutuhkan warga setempat,” ujar Marius.
Ketua Komisi C DPRD Minut Denny Sompie SE yang juga berasal dari daerah pemilihan (Dapil) Likupang Timur membenarkan kondisi Desa Resetlemen. Dikatakan Sompie, saat ini pihaknya akan memperjuangkan hak-hak warga desa termasuk harapan untuk diakomodir sebagai tenaga kerja.
“Beberapa waktu lalu kami sudah melakukan rapat dengar pendapat dengan PT MSM dan TTN. Kami minta agar perusahaan bisa mengakomodir warga lokal khususnya di wilayah lingkar tambang,” ujar Sompie.(findamuhtar)