Oleh : Drs. Darmo Paputungan
Kotamobagu – Barangkali kita perlu mengetahui antara perbedaan pasar tradisional dan pasar modern. Pasar tradisional hampir sebagian besar dihuni oleh pedagang kecil yang menjual beraneka macam barang terutama barang-barang kebutuhan pokok mulai dari makanan/minuman lengkap dengan berbagai rempah dan jenis lauk pauk lainnya seperti sayuran, ikan, daging, telur sampai dengan sandang/pakaian yang mutu dan harganya lebih rendah, barang-barang kelontong bahkan hasil-hasil kerajinan yang biasanya dibutuhkan rumah tangga.
Di dalam pasar tradisional dapat dikatakan menawarkan kemudahan dari segi waktu berbelanja yang biasanya tidak ada pada pasar modern seperti pada hari tertentu (Minggu, hari raya) bahkan jam tertentu dimana pasar modern masih tutup, konsumen dapat membeli di pasar tradisional.
Ciri khas lainnya, pedagang kecil ini skala usahanya kecil/terbatas sehingga sangat rawan terhadap perubahan faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi keuntungan yang diperoleh. Faktor-faktor dimaksud antara lain perubahan harga beli dan harga jual barang, ongkos-ongkos angkutan, penyimpanan barang dan yang perlu diperhatikan pula adalah lokasi pasar tersebut apakah ada kemudahan bagi konsumen/pembeli, sehingga pembeli lebih tertarik berbelanja disitu. Pengabaian aspek-aspek tersebut dalam kebijakan relokasi pasar sama dengan mengabaikan kepentingan ekonomi rakyat kecil. Adanya ketambahan ongkos dan lokasi pasar yang tidak strategis mempengaruhi omzet pedagang kecil dan kelangsungan usaha.
Keberadaan pasar tradisional bagi Kota Kotamobagu kenyataan sangat membantu perekonomian masyarakat terutama para petani tidak saja yang ada di pinggiran kota tetapi juga luar daerah maupun daerah-daerah interland Minahasa Selatan.
Lokasi pasar yang berdekatan dengan toko-toko merupakan pemasok atau pembeli hasil-hasil pertanian seperti beras, jagung, kopra, cokelat, kemiri, sayuran, buah, ikan, hasil ternak dan lain-lain, keberadaannya secara akselaratif dapat mendorong produktifitas berbagai sektor seperti produksi pertanian, industri kecil, sektor angkutan, bank, asuransi dan sektor lainnya. Disamping itu karena lokasi yang berdekatan maka produsen atau konsumen yang masuk/keluar dari pasar biasanya tidak perlu mengeluarkan ongkos transport ke toko membeli barang kebutuhannya sebab jaraknya yang berdekatan.
Di sisi lain, pasar modern atau pasar serba ada biasanya mall, supermarket dan sejenisnya, pemiliknya adalah perorangan ataupun korporasi dengan status menengah ke atas. Dengan demikian peluang para pedagang kecil apalagi yang “inde-inde” dengan sendirinya hilang kecuali kalau menyewa ke pemilik mall.
Dari sisi penyerapan komoditas hasil pertanian relatif terbatas dibanding pasar tradisional dari sisi sistem penataan atau perencanaan wilayah, kebijakan pembangunan pusat keramaian seperti pusat perbelanjaan modern sebenarnya dapat mengambil lokasi di pinggiran kota yang penting di dekat jalan utama. Langkah ini lebih bijak karena akan memperluas dan membagi keramaian dalam kota. Mall atau supermarket akan tetap diminati dan didatangi konsumen mulai dari orang-orang berduit sampai pada kalangan yang duitnya terbatas. Kita dapat melihat kebijakan Pemkot Manado yang menempati mall di wilayah Boulevard, jauh dari pasar tradisional. Ternyata mall dan supermarket itu tetap saja dikerumuni pembeli sampai orang-orang dari luar Manado.
Sementara itu pasar tradisional yang mengakomodir pedagang kecil yakni pasar Pinasungkulan Wanea, Pasar Paal Dua, Pasar Bersehati tetap dibangun dan ditata sebaik mungkin sebagai pusat-pusat perekonomian masnyarakat tanpa mengabaikan kebersihan/kesehatan lingkungan dan sumber PAD Pemkot.
Pertimbangan- pertimbangan tersebut sebenarnya dapat mewarnai langkah-langkah kebijakan Pemkot Kota Kotamobagu jika Pemkot sejak awal suka bermusyawarah dan menerima pendapat orang banyak. Jika dipaksakan maka langkah relokasi pasar bertendensi mengabaikan kepentingan rakyat kecil (tidak pro rakyat kecil).
Penulis adalah : Alumnus Fekon Unsrat Manado 1979
Alumnus PPN 9 bulan LPEM – UI Jakarta 1989
Mantan Kadis Perindag Bolmong