Manado, BeritaManado.com — Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Davao City, Filipina menyelenggarakan webinar.
Tema “pembukaan konektivitas laut antara kabupaten Sangihe dengan General Santos: Peluang dan Tantangan”.
Kegiatan dilakukan secara daring Rabu (19/5/2021).
Acara ini menghadirkan bupati Sangihe sebagai narasumber dan para penanggap dari kementerian luar negeri, kementerian perhubungan, kemenko perekonomian, kementerian perdagangan, kementerian keuangan, kementerian kelautan dan perikanan serta pelaku usaha di Sulawesi Utara.
Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Davao City, Dicky Fabian mengatakan bahwa kegiatan webinar ini bertujuan dalam rangka meningkatkan kerjasama ekonomi dalam kerangka bilateral antara Indonesia dengan Filipina khususnya Indonesia bagian timur dengan Mindanao.
Dengan langkah konkrit penjajakan pembukaan konektifivas laut Tahuna-General Santos, Filipina.
Dukungan diberikan oleh bupati kabupaten Sangihe yang ingin membuka konektivitas laut dari Sangihe ke General Santos yang jaraknya cukup dekat hanya 280 km dan berbatasan laut dengan negara Filipina.
Pemerintah kabupaten Sangihe siap menyediakan kapal kargo dan penumpang milik pemerintah sangihe untuk melayani rute jalur laut Tahuna-General Santos.
Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai Sulawesi Bagian Utara, Cerah Bangun, yang mewakili kementerian keuangan menyatakan bahwa Bea dan Cukai dalam menjalankan fungsi utama sebagai trade facilitator dan industrial assistance turut serta memberikan dukungan dan fasilitas perdagangan untuk menekan biaya tinggi sehingga tercipta iklim perdagangan yang kondusif.
Selain itu Bea dan Cukai memberikan pelayanan ekspor barang selama 7 hari 24 jam.
Dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja ekspor dan volume barang ekspor.
“Rempah-rempah merupakan produk andalan dari kawasan Sangihe, Talaud dan Sitaro yang diekspor ke Filipina,” ungkap Cerah Bangun.
Berdasarkan data kantor Bea dan Cukai Manado menunjukkan dalam kurun waktu 2 (dua) tahun dari 2019 dan 2020 ekspor komoditas rempah-rempah yang berasal dari Sangihe, Talaud dan Sitaro mencapai total FOB USD 210.653.414,09 dengan tonase 28.806.454,76 Kg.
Sementara itu, Netty Muharni, Asdep Kerjasama Ekonomi Regional dan Sub-Regional, Kemenko bidang perekonomian mengungkapkan bahwa konektivitas laut merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan konektivitas yang menghubungkan Indonesia dengan negara lain mengingat luas wilayah perairan Indonesia.
Berdasarkan study kelayakan ASEAN Ro-Ro dan Pelayaran Jarak Pendek yang dilakukan oleh JICA (2012), ada 3 (Tiga) rute prioritas terdapat di Indonesia yaitu Bitung-Davao (Launch 2017), Dumai-Malaka (Target 2022), Belawan-Penang-Phuket.
Peluncuran perdana konektivitas laut rute Bitung-Davao/General Santos pada 30 April 2017 di Pelabuhan Kudos, Davao oleh presiden Joko Widodo dan Presiden Duterte.
Untuk mengoptimalkan konektivitas laut Bitung-Davao, pemerintah memberikan dukungan antara lain pertama menerbitkan peraturan Menteri perdagangan No.81 Tahun 2017 tentang impor produk tertentu dimana Bitung diperkenankan sebagai pintu masuk 7 komoditas tertentu.
Kedua memberikan Pest Free Area (PFA) untuk komoditas pisang dan bawang merah yang berasal dari wilayah Davao.
Ketiga Pelabuhan Bitung memberikan insentif biaya tarif jasa kepelabuhan sebesar maksimal 50%.
Keempat PT Pertamina memberikan tarif khusus BBM jenis Biosolar B30 dengan skema (0%VAT).
Sedangkan untuk layanan kapal antara lain pertama sejak peluncuran perdana, kapal yang melayani rute ini berasal dari Filipina atau usulan dari Filipina (Super Shuttle Ro-Ro 12, MV Baltic Summer, MV Baoshan Rich dan MV Unipower).
Kedua saat ini yang masih beroperasi adalah MV Unipower (mengangkut semen dari PT. Conch yang berlokasi di Bolaang Mongondow).
Ketiga Kapal berbendera Indonesia yang melayani adalah Gloria 28 (dengan rute Manado/Tahuna-Davao) dengan muatan sesuai permintaan.
Konektivitas laut Bitung-Davao terdapat kendala antara lain komoditas antara Indonesia dan Filipina relative sama, tarif ongkos angkut yang terbentuk masih belum optimal dan belum adanya konsolidator di wilayah Sulawesi.
Pembukaan konektivitas Sangihe-General Santos merupakan inisiatif dari bupati kepulauan sangihe dan tindak lanjut arahan wakil menteri luar negeri.
Dengan pertimbangan bahwa wilayah Sangihe berada diantara Bitung-General Santos/Davao.
Sedangkan jarak antara Sangihe dan-General Santos kurang lebih 280 km yang dapat ditempuh selama 6-8 jam dengan kapal.
Selain itu perpres nomor 109 tahun 2020 tentang proyek strategis nasional (PSN) dimana Sulawesi utara ditetapkan menjadi salah satu superHub.
Peluang dalam mewujudkan konektivitas Sangihe-General Santos antara lain infrastruktur Pelabuhan Tahuna yang berstatus domestik dan terdapat kantor pelayanan Imigrasi dan Bea Cukai di Tahuna sehingga proses CIQ (Customs, Imigration, Quarantine) dapat dilakukan di Tahuna.
Selain itu kawasan kabupaten Sangihe dan sekitarnya sudah terkoneksi dengan trayek perintis dan Tol Laut.
Selain itu tersedianya kapal jenis combo, KM Tampunganglawo yang rencananya digunakan untuk melayani rute tersebut.
Dimana kapal tersebut merupakan milik pemerintah kabupaten Sangihe yang berstatus BMD (Barang Milik Daerah) yang dapat dimanfaatkan kegiatan komersial untuk meningkatkan ekonomi daerah sepanjang operasionalnya tidak menggunakan dana APBD.
Adapun tantangan yang dihadapi dalam pembukaan rute ini diantaranya mekanisme pelaksanaan CIQ dan hubungannya dengan status Pelabuhan, integrasi trayek kapal perintis dan Tol laut, Aspek kelaikan dan keamanan dari kapal, operasional kapal/operator (agen pelayaran),serta mekanisme pemanfaatan BMD.
Dari sisi potensi perdagangan, wilayah Sangihe memiliki komoditas ekspor berupa ikan Tuna dan Rempah-rempah (Pala dan Lada).
Permintaan ikan Tuna dari Filipina tinggi dan harga jualnya lebih tinggi dibanding pasar domestik.
Untuk komoditas rempah-rempah terdapat peluang perdagangan dengan kawasan sekitar yaitu Maluku dan Sulawesi.
Tantangannya adalah menjaga kualitas, kuantitas dan kontinuitas dari perdagangan ekspor.
Adapun komoditas impor berupa produk elektronik, hortikultura dan farmasi.
Disisi lain, peluang peningkatan bidang pariwisata, pendidikan dan mengurangi pengangguran terbuka lebar, diantaranya WNI (Warga Negara Indonesia) yang memiliki paspor di wilayah Sangihe saat ini mencapai 4.000-5.000 jiwa, sementara di Filipina bagian selatan terdapat 3.000-4.000 WNA (Warga Negara Asing) yang berpotensi melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia.
Hal ini mendorong bisnis people to people.
“Kegiatan webinar diharapkan mampu mendorong dibukanya konektivitas perdagangan langsung Sangihe-General Santos sehingga membangkitkan potensi ekspor daerah dan menjadi langkah bersama untuk bersinergi meningkatkan ekspor demi pemulihan ekonomi nasional akibat dampak pandemi Covid-19,” tutup Cerah.
(***/BennyManoppo)