Manado – Selama ini, Undang-Undang Ketenagakerjaan yang memperbolehkan sistem kerja kontrak atau outsourcing banyak disalah-artikan dan disalah-pahami oleh banyak perusahaan. Seharusnya, tenaga outsourcing hanya diperbolehkan untuk bidang-bidang tertentu, terutama pekerjaan pendukung yang bukan merupakan pekerjaan utama.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) Harold Monareh.
“Outsourcing sesuai dengan peraturan Menteri Tenaga Kerja, bahwa outsourcing ini hanya berlaku bagi pekerja-pekerja atau buruh pada cleaning service, Satpam, penyedia komsumsi atau makanan buruh, dan ada dua lagi (jenis/tipe pekerjaan) saya lupa pokoknya ada lima yang dapat dioutsourcing, dalam arti dijembatani, difasilitasi oleh satu organisasi yang mentransfer tenaga kerja di perusahaan,” kata Monareh.
Celakanya, sebagian besar perusahaan saat ini menempatkan tenaga outsourcing hampir di semua lini. “Tenaga outsourcing hanya untuk bidang-bidang tertentu, terutama pekerjaan pendukung, bukan pekerjaan utama,” tambah Monareh.
Outsourcing sering mengurangi hak-hak karyawan yang seharusnya dia dapatkan bila menjadi karyawan permanen seperti jaminan kesehatan, benefit dan lainnya. Outsourcing pada umumnya menutup kesempatan karyawan menjadi permanen. Posisi outsourcing selain rawan secara sosial (kecemburuan antar rekan) juga rawan secara pragmatis (kepastian kerja, kelanjutan kontrak, jaminan pensiun).
Untuk itu Monareh berjanji akan mengawasi terus perusahaan-perusahaan yang ada di daerah ini melalui Disnakertrans baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Dia berharap setiap perusahaan dapat memahami aturan tenaga kerja dan dapat menerapkannya di masing-masing perusahaan. (Jrp)