Manado, BeritaManado.com — Dosen Kepemiluan FISIP di Univertas Sam Ratulangi (Unsrat), Ferry Liando menilai Pilkada 2020 dalam kondisi pandemi akan berkualitas jika partai politik (parpol) bekerja baik.
Artinya, kata Ferry Liando, bakal calon (balon) yang diusung parpol mesti berdasarkan kemampuan dan kapasitas.
Sebaliknya, jika kandidat yang diusung parpol adalah hasil ‘jual-beli’, berbagai akibat negatif telah menanti.
Dikatakan Ferry, jika hulunya buruk maka proses hingga hilirnya akan terdampak.
Terlebih jika yang dicalonkan kurang bereputasi dan tidak bermoral.
“Secara otomatis tak akan ada penerimaan publik atasnya,” tegas Wasekjen Pengurus Pusat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) tersebut.
Meski demikian, lanjut Liando, politisi licik selalu punya cara meracuni akal sehat pemilih.
Apalagi jika himpitan ekonomi masyarakat akibat COVID-19 menjadi peluang bahkan alasan pembenaran.
“Celah ini akan digunakan oknum tidak bermoral untuk menghipnotis pemilih dengan harta benda miliknya,” kata Liando.
Tenaga Ahli Dirjen Otda Kemendagri ini menegaskan, legitimasi keterpilihan figur yang mengandalkan mahar juga tidak kuat.
Pasalnya, pemilihnya bukan atas dasar suka atau percaya, tetapi karena intimidasi politik uang.
Tidak heran, banyak kasus kepala daerah yang kebijakannya selalu mendapat penolakan publik.
“Jika kepala daerah terpilih karena menyogok parpol dan pemilih, kualitas dan kemampuannya pasti terbatas. Tata kelola pemeritahan tidak optimal dan berujung pada pelayanan publik yang buruk,” bebernya.
Ferry menambahkan, pengalaman telah menunjukan bahwa kepala daerah yang terpilih karena mahar, gaya kepemimpinannya tidak kooperatif dan cenderung otoriter.
Imbasnya, hubungan dengan wakil kepala daerah biasanya tidak harmonis sebelum setahun menjabat.
“Bahayanya lagi, aparatur profesional dan berkualitas dibabat habis karena tidak mau kerjasama. Mengakali APBD, kemudian mengganti dengan aparat berkarakter pencuci tangan dan pencari muka meski minim pengalaman,” tandasnya.
(Alfrits Semen)