
Jakarta, BeritaManado.com — Menjelang pertengahan tahun 2025, suhu politik nasional mulai menghangat.
Aroma perombakan Kabinet Merah Putih kian terasa kuat seiring merebaknya isu reshuffle yang dikabarkan akan dilakukan Presiden Prabowo Subianto pada Juni nanti.
Isu ini bukan hanya menjadi bisik-bisik di lingkaran elite, tetapi juga telah mencuat ke ruang publik.
Dua nama besar yang kini menjadi sorotan utama adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri BUMN Erick Thohir.
Keduanya ikut terseret dalam pusaran spekulasi reshuffle yang berhembus makin kencang menjelang Juni.
Sumber internal Suara.com menyebutkan bahwa kursi Airlangga berpotensi digeser dan akan diisi oleh Agus Gumiwang Kartasasmita (AGK), sosok yang juga berasal dari lingkungan kabinet dan memiliki pengalaman di sektor industri.
Sementara itu, posisi Erick Thohir dikabarkan kian rapuh seiring munculnya kebijakan dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), yang disebut telah menginstruksikan sejumlah BUMN untuk menunda pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Kebijakan tersebut memicu spekulasi mengenai pergeseran arah kebijakan investasi dan manajemen BUMN yang selama ini dikenal sangat terpusat pada Erick Thohir.
Jika benar terjadi reshuffle, ini bisa menjadi pukulan telak bagi Erick yang selama ini tampil dominan dalam mengelola portofolio perusahaan pelat merah.
Pengamat BUMN dari NEXT Indonesia, Herry Gunawan, turut memberikan pandangannya mengenai dinamika ini.
Menurut Herry, hak prerogatif presiden memungkinkan reshuffle dilakukan kapan saja, tergantung pada penilaian terhadap kinerja dan kesesuaian politik para pembantu presiden.
Semisal kalau presiden merasa ada yang tidak cocok atau tidak sejalan lagi dengan visinya, maka pergantian bisa dilakukan kapan saja, tak terkecuali bagi Airlangga dan Erick.
Lebih lanjut, Herry menyoroti bahwa posisi politik Airlangga dan Erick saat ini tergolong lemah.
Erick bukan berasal dari partai politik, sementara pengaruh Airlangga di Partai Golkar disebut-sebut melemah setelah munculnya Bahlil Lahadalia sebagai tokoh baru yang menguat di internal partai tersebut.
“Karena itu, posisi keduanya relatif lemah. Dengan demikian, jika ada pergantian pada dua orang itu, potensi gejolak politiknya juga relatif kecil,” lanjut Herry, dilansir dari Suara.com jaringan BeritaManado.com, pada Rabu (21/5/2025).
Menurut dia situasi ini akan berbeda jika menteri yang dicopot memiliki kekuatan memadai di partai politik, apalagi dengan posisi ketua umum.
Jika tidak ada kompromi, potensi gejolak politiknya bisa sangat besar dan berpotensi mengganggu program-program Prabowo di DPR.
Secara khusus, Herry Gunawan menyoroti posisi Erick Thohir terkait dengan kehadiran Danantara.
Erick disebut sebagai salah satu pejabat yang memiliki jabatan dan peran paling banyak di lingkaran BUMN.
Dirinya menyebutkan bahwa jabatan Etho panggilan akrabnya mulai dari Menteri BUMN (regulator dan kuasa pemerintah sebagai pemegang saham), Ketua Dewan Pengawas Danantara (aktif sebagai operator karena mengawasi pengelolaan BUMN), dan Anggota Dewan Pengawas INA (lembaga investasi pemerintah, yang juga aktif dalam kegiatan BUMN).
“Kekuasaannya di BUMN sangat tidak terbatas, karena dari hulu hingga hilir. Tak peduli dengan adanya conflict of interest,” tegas Herry, menyoroti konsentrasi kekuasaan yang terlampau besar pada satu figur.
Perbincangan mengenai reshuffle ini tak hanya bergulir di lingkaran Istana, tapi juga menjadi topik hangat dalam diskusi peringatan Reformasi 1998 yang dihadiri sejumlah aktivis dan akademisi.
Dalam acara yang digelar di Hotel JS Luwansa, Rabu (21/5/2025), pakar hukum tata negara Feri Amsari dan akademisi Rocky Gerung secara terang-terangan menyinggung kemungkinan perombakan kabinet Prabowo.
“Bagi saya, letak penting yang mau atau harus dilakukan oleh Presiden Prabowo adalah mengubah dan memastikan ada demokrasi konstitusional terwujud. Termasuk di dalam bidang ekonomi. Masalah besarnya adalah seluruh menteri-menteri ekonomi adalah orang Jokowi (Joko Widodo),” cetus Feri Amsari dalam pemaparannya.
Feri menilai, masih banyak wajah-wajah lama di Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo.
Menurutnya, mereka tidak sepenuhnya memperjuangkan gagasan dan visi Prabowo.
“Bagaimana kita mau akselerasi kalau menteri-menteri ekonominya adalah orang-orang Jokowi yang masuk, kemudian tidak memperjuangkan gagasan-gagasan Presiden Prabowo,” ungkap Feri, menyiratkan adanya ketidakcocokan filosofi dalam tim ekonomi di kabinet saat ini.
(jenlywenur)