Minahasa – Berbagai elemen masyarakat di daerah ini mulai bereaksi dan melakukan penolakan keras soal pemberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan yang dinilai mengancam hidup para petani cengkeh dan tembakau.
Hak ini terungkap dalam perbincangan yang difasilitasi Yayasan Mapalus Indonesia bersama sejumlah aktivisi, tokoh masyarakat, legislator Minahasa yang concern dengan nasib petani, Sabtu 27 April 2013 di kawasan kuliner Boulevard, Tondano. “Peraturan ini jelas merugikan banyak orang dan mengancam ribuan tenaga kerja terutama para petani cengkeh dan tembakau. Dan kami mendukung segala bentuk penolakan terhadap kebijakan itu,” tegas Yanni Marentek STh, salah satu anggota DPRD Kabupaten Minahasa.
Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Minahasa yang kini bergiat di Minahasa Development Institute, Saful mengungkapkan lahirnya kebijakan ini tak lepas dari kepentingan ekonomi pihak asing. “Ini kepentingan ekonomi menggunakan isu kesehatan. Dengan provokasi kesehatan ini, masyarakat Indonesia kemudian yang dibunuh,” tukasnya. Sementara itu, menurut Happy Karundeng SE, pegiat Gerakan Mahasiswa (Gema) Minahasa bahwa PP 109 ini sangat tidak berpihak kepada rakyat. “Bagaimana bisa pemerintah justru lebih berpihak kepada kapitalis global. Yang terjadi, rakyat atau petani cengkeh dan tembakau dibiarkan,” keluhnya.
Hal yang sama diungkapkan Lefrando Gosal STeol, Ketua Cefil Community Sulut yang menilai pemerintah tidak fair padahal cukai rokok adalah penyumbang terbesar pendapatan negara. “Larangan iklan dan sponsorship rokok, aturan Kawasan Tanpa Rokok dan sanksi hukumnya serta berbagai kalimat tendensius dan diskriminatif dalam PP itu merupakan upaya sistematis membunuh kretek di Indonesia. Adanya tudingan soal bahaya euginol yang terkandung dalam cengkeh, mengancam petani cengkeh di Sulut. Padahal kita ketahui, kretek adalah rokok khas Indonesia yang mengandung cengkeh,” tambah.
Kabag Oprasional Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado Welly Mataliwutan SH menilai fakta tersebut menunjukkan ada pembiaran dari pemerintah. “Ada pembiaran pemerintah terhadap rakyat. Hadirnya PP 109 tahun 2012 mengancam kehidupan ratusan ribu tenaga kerja. Kita menolak PP itu bukan terutama karena pengusaha rokok tapi demi rakyat,” ketus aktivis buruh Sulut ini.
Lain halnya dengan paraktisi hukum Sofyan Yosadi SH yang juga menilai PP 109 tahun 2012 ini banyak overlapping. “Kalau saya cermati pasal per pasal, PP ini banyak yang bertentangan dengan undang-undang. Lahirnya PP ini disinyalir ada kolusi dengan pihak kapitalis global. Ini juga membuka celah korupsi makanya perlawanan harus ada. Lebih menguntungkan korporasi, konglomerat, importir dan oknum-oknum pemerintah tapi mematikan petani. Pemerintah tidak nasionalis, berkonspirasi dengan pihak asing dan membunuh rakyatnya,” sesalnya.
Sedang tokoh masyarakat Minahasa Ferry Mailangkai menyatakan mendukung akan rencana perlawanan tersebut. Ia bahkan meminta legiaslator se-Sulut harus mendukung penolakan ini. “Persoalan kita, banyak yang belum sadar dengan ancaman ini. Perjuangan ini dilakukan bukan anjuran supaya orang merokok tapi karena ini mengancam kami juga yang ada di Sulut. Proses politik kan berjalan, legislator di Sulut harus mendukung perjuangan ini. Ini momen bagi mereka untuk membuktikan apakah mereka betul-betul wakil rakyat atau wakil partai politik saja,” tukasnya.
Ikut hadir dalam diskusi ini, Ketua Yayasan Mapalus Indonesia Syarif Hidayat, aktivis perempuan Nedine Sulu, Teolog Denni Pinontoan MTeol, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulut Matulandi Supit SH dan sejumlah aktivis di GPR HAM dan Cevil Comnunity Sulut. (req)