Manado, BeritaManado.com — Kasus gangguan penglihatan atau gangguan refraksi pada anak Indonesia ternyata cukup tinggi.
Data dari Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) menunjukkan, di tahun 2023 sekitar 40 persen anak SD di Jakarta mengalami gangguan penglihatan seperti rabun jauh atau kelainan refraksi.
Menteri Kesehatan RI 2014-2019 Prof. Dr. dr. Nila Djuwita Faried Anfasa Moeloek, Sp.M(K) menegaskan, kesehatan penglihatan wajib diprioritaskan karena dari semua panca indera, mata merupakan kontributor signifikan untuk proses belajar anak.
“Dengan mata kita bisa melihat, belajar, murid-murid juga menyimak pembelajaran di sekolah terutama dengan indera mata. Jadi selain faktor pemenuhan gizi, kesehatan mata juga penting. Namun banyak kejadian di sekolah anak sudah sulit membaca, sulit melihat tulisan di papan tulis karena sudah rabun. Nah disini peran guru untuk memastikan agar mereka yang sudah mengalami gangguan penglihatan bisa ditangani,” ungkap profesor di bidang kesehatan mata ini.
Prof Nila Moeloek, Menteri Kesehatan zaman Jokowi periode I menjelaskan bahwa melalui program pelatihan guru terhadap skrining kesehatan mata di sekolah, diharapkan guru bisa menjadi pihak pertama yang membantu identifikasi jenis kelainan dan gangguan penglihatan secara cepat, sehingga murid bisa segera mendapat pertolongan di fasilitas kesehatan.
Perhimpunan Dokter Mata seluruh Indonesia melalui kelompok penaggulangan gangguan refraksi atau SPGR memang telah melakukan beberapa program penelitian dan pengabdian masyarakat di bidang penanganan gangguan refraksi.
Sejak 2023 telah berhasil merampungkan pengumpulan data bahkan publikasi tentang angka gangguan refraksi pada anak SD se-Jakarta dengan data yang mencengangkan yaitu hingga 40 persen anak SD di beberapa sekolah di Jakarta mengalami rabun.
Program ini dilanjutkan dengan pemberian kacamata gratis.
Nila menambahkan, Perdami dan SPGR akan terus melakukan program ini untuk memberi kelengkapan data kesehatan penglihatan mata pada anak sekolah dasar.
Selain itu program penelitian ini juga selalu dibarengi dengan pelayanan pemeriksaan, pelatihan dan bakti sosial agar langsung memberi dampak pada perbaikan penglihatan.
Bahkan di beberapa sekolah, juga telah dilakukan evaluasi dampak pemberian kacamata terhadap kegiatan belajar, meskipun datanya sedang dalam proses pengolahan.
Program pelaksanaan pelatihan guru dan pengabdian masyarakat di 2 SD di Manado ini digelar di SDN 25 dan SDN 112 Manado di kawasan Tuminting, pada 5-7 Maret 2024.
Tim Perdami dan SPGR serta tim penelitian dari Jakarta yang turun langsung terdiri dari Dr. Kianti Raisa Darusman, Dr. Tri Rahayu, Dr. Ray Wagiu Basrowi dan Dr Eric.
Sementara tim Perdami Sulut dan Bagian Kesehatan Mata RSU Prof Kandou dinahkodai oleh Ketua Perdami Sulut Dr. Lely David Richard, Dr. Vera Sumual, Kepala Bagian Mata dr Weny dan tim pengajar, tim PPDS serta tim kesehatan dari FK Unsrat.
Anak-anak yang diperiksa kesehatan matanya pun mengaku senang karena ternyata dokter yang datang baik dan ramah.
Muhamad Zulfikar, siswa kelas 4a SDN 25 Manado kepada BeritaManado.com mengatakan, dirinya senang karena ternyata periksa kesehatan mata tidak menakutkan, tapi justru seru.
“Tadi kita diminta baca huruf sambil tutup mata sebelah pakai tangan. Teman yang lain lanjut pakai kacamata yang dokter bawa. Ternyata seru periksa mata,” kata Zulfikar.
(***/srisurya)