
Jakarta, BeritaManado.com – Isu soal Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, menjadi cawapres Prabowo Subianto, jika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan batas usia minimal capres-cawapres ditanggapi santai Hasto Kristiyanto.
Melansir Suara.com jaringan BeritaManado.com, Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan ini menegaskan kembali soal loyalitas kader partai berlambang Banteng Moncong Putih.
Dia menilai bahwa kader-kader partainya sudah digembleng secara baik, melalui mekanisme kaderisasi yang sistemik sehingga komitmen antara kata dan perbuatan sama.
“Ya, seluruh kader PDIP ini sudah digembleng mentalnya, sudah digembleng spiritualitasnya, sudah digembleng komitmennya. Satunya kata dan perbuatannya,” kata Hasto di Jakarta dikutip Kamis (12/10/2023).
Dirinya pun membeberkan bahwa PDIP adalah partai politik yang membangun sebuah budaya kader yang disertai dengan loyalitas.
Tak hanya itu, kesadaran untuk menyatu dengan rakyat, dan mengemban amanah kekuasaan untuk kepentingan masyarakat turut jadi fokus pembinaan.
“Jangan kan kekuasaan, Bung Karno mengatakan ilmu pengetahuan saja hanya berguna apabila untuk amal kemanusiaan,” ujarnya.
Hasto yang enggan menanggapi lebih dalam soal isu Gibran mendampingi Prabowo di Pilpres 2024 pun memilih bicara soal bacapres Ganjar Pranowo.
PDIP bersama partai politik pengusung dan pendukung bacapres Ganjar Pranowo, kata dia, saat ini fokus untuk memenangkan hati rakyat.
“Mari berlomba memenangkan hati rakyat, apa yang dilakukan Pak Ganjar Pranowo, tidur bersama rakyat itu sesuatu yang luar biasa, tidak pernah terjadi dalam sejarah kepemimpinan kontestasi Indonesia,” tuturnya.
Hasto juga enggan ambil pusing terkait adanya sejumlah deklarasi atau dorongan agar Prabowo berpasangan dengan Gibran.
“Ya, namanya usaha. Nanti kita lihat tanggal 19-25 Oktober,” pungkasnya.
Opsi Mundur dari PDIP
Adapun terkait isu Gibran dampingi Prabowo di Pilpres juga telah ditanggapi Ketua DPC PDIP Solo, FX Hadi Rudyatmo.
Menurutnya bukanlah suatu masalah jika Gibran nantinya dicalonkan sebagai bacawapresnya Prabowo Subianto.
“Yo, ora opo-opo, wong semua itu tergantung Mas Gibran sendiri to. Mau dicalonkan sebagai wapresnya Pak Prabowo yo hak Mas Gibran sendiri, artinya semua warga negara Indonesia itu punya hak yang sama, hak dipilih dan hak memilih,” kata sosok yang akrab disapa FX Rudy tersebut, Selasa (10/10/2023).
Tapi satu hal yang ditegaskan Rudy bahwa aturan di PDIP sudah jelas, seperti jika dicalonkan partai lain maka keanggotaan sebagai kader PDIP otomatis hangus.
“Otomatis keanggotaannya hangus, yang mencalonkan itu siapa, di mana, sebagai apa. Kalau partai kan sudah jelas to,” katanya.
Karena itu, seandainya Gibran menjadi cawapresnya Prabowo Subianto kelak, Rudy menyebut otomatis sudah keluar dari PDIP karena pindah partai.
“Tidak usah ke luar. Kalau sudah pindah partai ya otomatis (keluar) to,” jelas mantan Wali Kota Solo ini.
Dirinya pun mengungkap beberapa contoh yang dialami oleh kader PDIP.
Salah satunya mantan Wali Kota Solo, Slamet Suryanto, yang dicalonkan pertama lewat PDIP, namun berubah setelah rakercab pertama kali pemilihan wali kota dan wakil wali kota yang diikuti empat pasang.
Slamet awalnya terpilih lewat DPRD sebagai Wali Kota Solo periode 2000-2005.
Namun saat Pilkada langsung 2005, Slamet gagal mendapat dukungan dari PDIP sehingga maju lewat Partai Damai Sejahtera (PDS) dan kalah dari pasangan Joko Widodo – FX Hadi Rudyatmo yang diusung PDIP.
“Pak Slamet Suryanto melalui PDS. Berati kan otomatis keluar dari PDIP, contohnya tidak usah jauh-jauh,” ungkapnya.
Demikian halnya dengan Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati, yang gagal di Pilkada 2011 lewat PDIP.
Yuni kembali maju, namun lewat Partai Gerindra dan memenangi Pilkada Sragen 2015.
Kekinian, Yuni kembali lagi ke PDIP dan ikut Pilkada Sragen 2020 dan berhasil menang.
Begitu juga yang terjadi di Klaten terus Sukoharjo dari Golkar ke PDIP.
“Kalau nanti Mas Gibran dicalonkan lewat partai lain, ya seperti tadi contohnya. Slamet Suryanto (Mantan Wali Kota dari PDIP) begitu dicalonkan dari PDS ya sudah, berarti bukan kader PDIP,” papar dia.
Rudy pun menyentil bahwa kalau dirinya mau dicalonkan jadi apapun di partai lain, maka itu kembali kepada dirinya sendiri.
“Kalau saya dicalonkan partai lain, maka otomatis saya keluar dari PDIP. Jadi itu tergantung saya mau atau tidak,” lanjut Rudy.
Rudy pun berpendapat bahwa fenomena politikus berpindah-pindah partai sudah merupakan sesuatu yang lumrah dan hal biasa.
Demikian halnya dengan PDIP juga tidak pernah mempersoalkan kadernya yang memutuskan pindah ke partai lain.
“Okeh no contone (banyak contohnya) dan Mbak Mega nggak mempersoalkan,” tandasnya.
(jenlywenur)