
Bitung, BeritaManado.com – Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia, Jendral TNI Dr H Moeldoko SIP terpana melihat hasil tangkapan ikan tuna saat berkunjung ke Pelabuhan Perikanan Samudera Kota Bitung, Kamis (15/12/2022).
Moeldoko datang ke Kota Bitung dalam rangka kunjungan kerja terkait program Menyederhanakan Prosedur Penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) Subsidi untuk Nelayan.
Kedatangan Moeldoko bersama rombongan disambut Wali Kota Bitung, Maurits Mantiri, termasuk mengajak melihat langsung hasil tangkapan ikan tuna oleh nelayan di Kota Bitung.
Di Pelabuhan Perikanan Samudera Kota Bitung, Moeldoko disuguhkan proses penimbangan ikan tuna sebelum diproses untuk ekspor ke sejumlah negara seperti Jepang.
“Ikan sebesar ini diapakan?,” tanya Moeldoko dengan rasa penasaran.
“Ada yang diolah pak kemudian diekspor ke beberapa negara. Diolah jadi ikan kaleng dan ada juga langsung dikirim mentah ke Jepang,” jelas Wali Kota.
Moeldoko pun mengaku baru kali ini melihat langsung ikan tuna dengan ukuran besar hasil tangkapan nelayan di Kota Bitung. Dan ia mengaku kagum dengan potensi perikanan Kota Bitung dengan hasil tangkapan ikan besar.
Terkait kunjungannya ke Kota Bitung, Moeldoko menyampaikan Presiden telah memberikan arahan dalam Rapat Terbatas tanggal 17 April 2020 tentang Pemulihan Ekonomi Nasional di tengah pandemi COVID-19, salah satunya untuk sektor perikanan.
Menurutnya, sektor perikanan baik perikanan laut maupun darat terdampak sangat berat oleh pandemi. Kebijakan physical distancing dan juga Work From Home (WFH) menghantam pemasaran hasil perikanan dan berimbas langsung terhadap penghasilan nelayan yang mendadak anjlok.
“Tanpa penghasilan yang memadai beban ekonomi nelayan sangatlah berat. Modal melaut yang hampir 70 % diantaranya untuk membeli bahan bakar minyak (BBM) tidak akan tertutupi oleh penjualan hasil tangkapan,” katanya
Beberapa data menyebutkan (KKP dan BPS), mayoritas nelayan (92% kapal < 10 GT atau 96% kapal < 30 GT termasuk perahu motor tempel) adalah tergolong perikanan skala kecil dan tradisional yang dalam kesehariannya terjebak dalam relasi patron klien dengan para tengkulak yang cenderung eksploitatif.
“Dalam kondisi ekonomi yang sulit, tengkulak menjadi tumpuan tempat peminjaman uang yang paling mudah, sehingga para nelayan miskin tersandera oleh siklus mata rantai hutang piutang dengan tengkulak yang tak pernah bisa diputus,” katanya.
Mengantisipasi itu, kata dia, sudah ada kebijakan tentang pemberian subsidi untuk Jenis BBM Tertentu (JBT).
Salah satu sasarannya adalah bagi pengguna solar di sektor perikanan. Namun dalam implementasinya dari beberapa tahun terakhir, kuota JBT Solar subsidi untuk nelayan baru terserap sekitar 25%.
“Dalam pantauan KSP, data terakhir dari 2,3 juta kiloliter (KL) kuota tahun 2022 yang telah ditetapkan oleh BPH Migas untuk sektor perikanan, realisasi penyaluran JBT Solar subsidi untuk nelayan hingga bulan Agustus 2022 baru mencapai sebesar 423.502,438 KL,” jelasnya.
Rendahnya penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan ini, lanjutnya ternyata disebabkan oleh kerumitan dalam prosedur untuk mengaksesnya.
Hasil survei yang dilakukan oleh Koalisi Ketahanan Usaha Perikanan Nelayan (Koalisi Kusuka, 2020) menemukan bahwa 69 % nelayan kecil kesulitan membeli solar bersubsidi dan 78 % mengalami kesulitan memperoleh surat rekomendasi. Bahkan, 80 persen nelayan kecil tidak mengetahui bahwa mereka memiliki hak atas subsidi JBT.
“Kondisi lapangan yang memprihatinkan ini mengharuskan adanya evaluasi menyeluruh terhadap akses solar subsidi bagi nelayan,” katanya.
(abinenobm)