Ratahan – Menyikapi tudingan dari sesama legislator kepada dirinya, Ketua DPRD Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) Marty Ole akhirnya angkat bicara.
Menurutnya, sikap sejumlah anggota DPRD sangat tidak pantas karena tidak menggunakan mekanisme yang seharusnya dalam DPRD dan hanya menggunakan media sosial dalam penyampaian aspirasi.
Hal ini juga menjadi alasan dirinya mengeluarkan sejumlah legislator dari grup percakapan whatsapp DPRD Mitra.
“Sebagai legislator mereka harusnya menyuarakan aspirasi sesuai mekanisme, yakni lewat alat kelengkapan dewan, seperti lewat fraksi atau komisi. Bukan malah menggunakan jalur yang tidak seharusnya ditempuh untuk menyampaikan usulan atau aspirasi,” kata Marty Ole, Kamis (23/4/2020).
Seperti dalam pembahasan anggaran antara Banggar dengan Pemkab, menurutnya jika ada aspirasi maka dipersilahkan melalui alat kelengkapan dewan, seperti melalui komisi-komisi.
“Bukan justru menggunakan medsos untuk berteriak-teriak dan menggiring opini, seakan kami pimpinan DPRD tidak memberikan kesempatan bagi mereka menyampaikan aspirasi,” tegasnya.
Lebih parah lagi menurut Ketua DPRD, sejumlah percakapan di WhatsApp grup sengaja di ‘screenshot’ dan disebarkan ke publik untuk menyudutkan pimpinan DPRD.
“Setiap aspirasi mereka ditanggapi oleh anggota DPRD. Jadi bagi saya tindakan mereka ini sangat tidak etis,” katanya.
Begitu juga dengan tudingan pembungkaman bagi para anggota, khususnya pada saat paripurna penyampaian LKPJ Kepala Daerah tahun anggaran 2019 yang digelar dengan memanfaatkan aplikasi Zoom, menurutnya sangat tidak berdasar.
“Sampai selesainya paripurna tidak ada legislator yang mengikuti sidang lewat teleconference menyampaikan interupsi, kecuali yang hadir langsung di kantor DPRD,” tegasnya.
Sementara itu, terkait desakan agar pemerintah segera menyalurkan bansos, dijelaskannya bahwa itu adalah kewenangan pihak eksekutif dengan mengacu pada prosedur dan kondisi daerah.
“Kalau di Minahasa Tenggara kita tahu sendiri masyarakat masih mampu mencukupi kebutuhan pangannya. Makanya saya katakan pemerintah tahu persis apa yang harus dilakukan dan kapan akan disalurkan bantuannya. Saya sebagai pimpinan dewan sangat setuju dengan kebijakan dari pemerintah kabupaten,” katanya.
Lanjut terkait dengan BPJS Kesehatan, pada tanggal 4 Februari 2020, dijelasknnya bahwa DPRD Mitra bersama Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, dan Dinas Kependudukan Catatan Sipil memang menggelar rapat, namun itu adalah rapat kerja dan bukan rapat dengar pendapat (RDP).
“Berdasarkan hasil rapat kerja, tidak ada desakan dari DPRD untuk melakukan pembayaran. Sebab berdasarkan penjelasan dari pihak eksekutif data tersebut tidak sesuai. Misalnya ada 600 orang yang sudah meninggal tapi masih terdaftar,” jelasnya.
Selain itu dalam data tersebut juga ditemukan data ganda, yakni masuk dalam BPJS Kesehatan yang ditanggung pemerintah pusat atau Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
“Dalam rapat tersebut, para anggota DPRD menerima pemutusan kerja sama, salah satunya karena masalah data. Termasuk anggota DPRD yang terhormat, yaitu Bapak Roy Pelleng. Hasil risalah rapat ada di sekretariat DPRD beserta video rekaman rapat tersebut,” ungkap Marty Ole.
Demikian halnya Marty Ole turut menjelaskan bahwa buku APBD Tahun 2020 sudah ada di DPRD Mitra berjumlah 26 buah yang diserahkan usai pembahasan bersama dengan Pihak Pemkab Mitra.
“Kalau ada yang mengaku belum pegang berarti belum ke kantor untuk ambil buku APBD-nya. Harusnya tanya ke sekretariat DPRD, bukan berkoar di medsos,” semprotnya.
Lebih lanjut, terkait dengan anggaran pencegahan dan penanganan penyebaran COVID-19, menurutnya sesuai aturan akan disampaikan Pemkab Mitra usai dilakukan refocusing, serta realokasi.
“Apalagi ini akan disesuaikan dengan adanya pemotongan DAK dan DAU dari pemerintah pusat di tiap daerah. Ini bukan hanya di Minahasa Tenggara saja, namun di seluruh Indonesia,” jelasnya.
Dirinya mengaku bahwa sepengetahuannya pemerintah sedang melakukan rasionalisasi anggaran untuk disampaikan ke Kementerian Keuangan, Kemudian akan diberitahukan ke DPRD, sesuai Permendagri 20 tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan COVID-19 di Pemerintah Daerah.
“Jadi tidak ada yang menutupi anggaran dan mereka yang ribut Medsos harusnya tahu soal aturan. Pemerintah juga harus mengikuti instruksi dan aturan dari pemerintah pusat dan DPRD terus berkoordinasi dengan pemkab,” tuturnya.
Diketahui, dalam unggahan dari akun Niko Royke Pelleng yang merupakan Anggota DPRD Minahasa Tenggara dari Partai NasDem di media sosial Facebook pada Kamis (23/4) di Grup ‘Kerukunan Kawanua Minahasa tenggara’ menuliskan ‘forum resmi tidak didengar. Lebih baik bersuara di alam bebas.’
Sebagaimana yang dikutip dalam tulisannya tersebut, diungkapkan bahwa saat paripurna LKPJ Tahun Anggaran 2019, sebelum doa penutup dirinya bersama beberapa anggota DPRD menginterupsi kepada pimpinan, untuk menyuarakan aspirasi masyarakat, tapi tidak didengar, ‘Kami duga suara kami sengaja dibungkam’.
Selanjutnya pada tulisan tersebut juga ia mengungkapkan sejumlah poin-poin untuk disampaikan di forum yang katanya terhormat.
Pada poin pertama ia (Royke Pelleng) bersama Vanda Rantung, dan Amar Kosoloi meminta penjelasan kepada pimpinan DPRD, dalam hal ini Ketua Marty Ole, apa alasan mengeluarkan dari grup (WhatsApp) DPRD.
Pada poin dua, Royke menulis Mendesak Kepada Bupati Minahasa Tenggara untuk segera menyalurkan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD kepada Rakyat Minahasa Tenggara.
Pada poin tiga, ia menyatakan sikap DPRD terkait BPJS waktu RDP jelas, agar pemerintah dalam hal ini Bupati Minahasa Tenggara untuk membayar BPJS dan sebagai wakil rakyat menyampaikan kepada pimpinan DPRD untuk mendesak Bupati Mitra James Sumendap segera melakukan pembayaran kepada 51.900 rakyat Mitra.
Pada poin empat, ia mengaku sampai hari ini buku Perda APBD tahun 2020 tidak pernah ada di tangan anggota DPRD dan mendesak kepada Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara untuk segera memuat dokumen APBD Tahun Anggaran 2020 di website resmi Pemkab Mitra www.mitrakab.go.id (sampai hari ini dokumen APBD belum di muat di website).
Pada poin kelima, terkait anggaran Covid-19, pemerintah harus terbuka kepada rakyat Minahasa Tenggara, dalam hal ini lembaga DPRD yang merepresentasikan rakyat Mitra.
Pada akhir tulisannya, Royke menyatakan pihaknya sudah bersuara dalam forum resmi, tapi sangat disayangkan suara mereka seolah-olah dibungkam.
Paripurna berikut walaupun tidak diundang, mereka tetap akan datang.
(***/Jenly Wenur)