Manado, BeritaManado.com — Gerakan untuk Indonesia Adil dan Demokratis (GIAD) mengadakan konferensi pers online yang menyoroti situasi politik kekinian di tengah pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), Senin (6/4/2020).
Koordinator Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampow membuat sebuah catatan kecil dari hasil konferensi pers tersebut yang berjudul darurat demokrasi di tengah darurat kesehatan.
“Konferensi pers ini merupahkan inisiatif yang diambil untuk tetap memelihara tradisi kontrol publik terhadap proses demokrasi dan jalannya pemerintahan, hal ini terasa penting ditengah fokus masyarakat yang tersita oleh isu Covid-19,” kata Jeirry Sumampow.
Lenjut, Jeirry Sumampow menuturkan dengan dilakukan seperti ini juga untuk terus menumbuhkan semangat dan kesadaran publik tetap berpikir krits, agar situasi saat ini tidak dimanfaatkan oleh para elit politik dan pemerintah untuk mendorong kebijakan tidak sesuai dengan aspirasi dan kepentingan rakyat banyak.
“Saya menilai perhatian publik terhadap isu-isu demokrasi turun drastis, dilindas isu Covid-19, bagaimana pun tetap penting mengawal jalannya demokrasi agar tidak diselewengkan untuk kepentingan tertentu,” ujar Jeirry Sumampow.
Sejalan dengan itu, Jeirry meminta agar pembuat kebijakan bisa menahan diri, baik Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk tidak mendorong serta mengambil kebijakan yang membutuhkan keterlibatan publik dalam situasi seperti sekarang, sebab saat ini partisipasi publik akan sangat minim atau bahkan tidak ada sama sekali.
“Saya melihat bahwa beberapa waktu terakhir ini muncul banyak rencana kebijakan yang meresahkan rakyat sehingga menimbulkan kontroversi, seperti pemberlakuan darurat sipil untuk penanganan pandemi Covid-19, rencana pembebasan tahanan korupsi, rencana DPR dan Pemerintah untuk tetap membahas Rancangan Undang- Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja, dan lain-lain,” ucap Jeirry.
Secara khusus, lanjut Sumampow menuturkan terus melakukan pembahasan RUU kontroversi seperti RUU Omnibus Law dan lain-lain, rasanya merupakan perbuatan yang tidak etis ditengah kuatir serta derita rakyat menghadapi pandemi Covid-19.
“Apalagi, saya tahu bahwa RUU ini diwaktu muncul mendapatkan penolakan oleh banya pihak. Repotnya, jika ini tetap dilanjutkan pembahasannya, maka bisa dipastikan ekspresi penolakan tak akan muncul secara maksimal, mengingat pembatasan-pembatasan yang kini banyak terjadi,” tuturnya.
Sumampow menambahkan, ini juga menunjukkan bahwa para pembuat kebijakan tidak memiliki kepekaan dan kepedulian sosial serta sense of crisis terhadap apa yang sekarang sedang dialami oleh rakyat, padahal solidaritas dan kepedulian sosial saat ini sangat dibutuhkan agar bangsa ini bisa segera keluar dari situasi darurat kesehatan yang sekarang terjadi.
“Sebaiknya para elit politik dan pemerintahan fokus saja untuk penanganan pandemi Covid-19 ini, yang disana sini masih terlihat banyak masalah dan kelemahan. Komitmen dan kesungguhan penanganan pandemi itu akan teruji serta terlihat dari seberapa efektifnya apa yang dilakukan itu bagi kepentingan rakyat, makanya dibutuhkan fokus dan sinergi semua pihak agar hasilnya maksimal,” jelasnya.
Dalam situasi darurat kesehatan, lanjut Sumampow mengatakan dengan pembatasan sosial berskala besar ini.
“Kita berharap tidak diambil kebijakan yang membutuhkan keterlibatan dan legitimasi moral publik yang kuat, sebab jika itu tetap terjadi maka kebijakan itu akan cacat secara prosedural dan substansi dengan sendirinya juga akan cacat implementatif sebab keterlibatan publik secara prosedural dan substansi penting sekali dalam proses sebuah regulasi, bukankah sejatinya regulasi itu dibuat untuk kepentingan rakyat banyak dan kebijakan yang tidak mendapatkan partisipasi publik akan sulit untuk direalisasikan untuk kepentingan rakyat banyak,” tandasnya.
(Rei Rumlus)