Manado – Nestapa petani kelapa di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) seakan tak berujung. Belum selesai masalah terkait anjloknya harga kopra yang merupakan produk utama pohon seribu manfaat ini, masalah hadirnya perkebunan sawit kini tengah menggentayangi.
Sebagaimana diungkapkan wakil rakyat Sulut Eddyson Masengi, simbol Provinsi Sulut sebagai Bumi Nyiur Melambai akan hilang seiring tumbuhnya perkebunan sawit di wilayah Kabupaten Minsel dan Bolmong.
“Bila hal ini terjadi maka orang akan berlomba tebang kelapa dengan demikian sudah tidak ada lagi kelapa. Dan itu yang dirasakan di Tatapaan Kabupaten Minsel. Jadi, diharapkan pemerintah harus jelih memberikan perizinan terkait perkebunan kelapa sawit,” ungkap Eddyson Masengi kepada BeritaManado.com, Kamis (27/6/2019).
Sementara Kepala Dinas Perkebunan Sulut Refly Ngantung ketika diwawancarai sejumlah wartawan mengatakan, untuk perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Minsel hanya uji coba saja.
“Sawit tidak ada di Sulut, karena untuk skala industri sawit di Sulut harus 20.000 hektar, kalau sudah ada di angka tersebut silakan hubungi Kadis Perkebunan. Harus ada dua prinsip izin yakni izin usaha pengolahan dan izin usaha budidaya. Sedangkan di Bolmong dan Minsel sebagaimana kabar beredar itu baru izin usaha budidaya jadi bisa dikatakan baru uji coba,” tegas Refly Ngantung.
Refly Ngantung memberikan jaminan bila hal itu bukan menjadi ancaman bagi petani kelapa di Tanah Nyiur Melambai.
“Saya jamin itu, karena tidak ada lahan 20.000 hektar yang terpenuhi. Sawit ini beda dengan kelapa, kelapa boleh langsung dimakan sedangkan sawit harus dikelolah, jadi tidak gampang,” tutup Ngantung.
(Anggawirya)