Airmadidi-Masyarakat Desa Likupang II Kecamatan Likupang Timur (Liktim) Kabupaten Minahasa Utara (Minut) akhir-akhir ini dibuat resah dengan aksi teror dengan menggunakan bom.
Teror bom tersebut adalah penggunaan bom ikan yang dilakukan oknum-oknum tidak bertanggungjawab yang menyebabkan menurunnya pendapatan nelayan tradisional setempat.
“Sudah lama mereka menggunakan bom ikan. Dampaknya bukan hanya ekosistem rusak, terumbu karang rusak, tapi ikan-ikan langsung lari ke tengah laut. Dan nelayan tradisional yang menjaring ikan lebih sulit mendapat ikan,” keluh sejumlah nelayan.
Tidak hanya itu, intensitas tinggi dari bom ikan yaitu dilakukan sekali dalam 2 sampai 3 hari, membuat nelayan setempat lebih gigit jari.
“Ikan pada kedalaman 10-15 meter, sekali bom langsung mati semua sampai ikan-ikan kecil. Pelakunya bukan nelayan di desa ini,” lanjut para nelayan.
Kumtua Likupang II Sarjan Maramis saat dikonfirmasi Rabu (14/6/2017) malam, membenarkan keluhan warga.
Menurut Sarjan, beberapa waktu lalu pemerintah pernah menangkap pelaku bom ikan tersebut.
“Namun sepertinya mereka tidak jerah. Karena itu saya berharap agar kepolisian bisa bertindak,” ujar Sarjan.
Penggunaan bom untuk menangkap ikan juga turut menjadi perhatian pemerintah nasional.
Para pelaku bisa diserat Pasal 85 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dengan ancaman pidana penjara 5 tahun dan denda maksimal Rp 2 miliar.
Pada beberapa kasus, polisi ada juga aturan apa akan menjerat pelaku peledakan bom ikan tersebut, dalam hal ini betul ada penyimpangan, bisa mengarah ke UU Darurat No 12 Tahun 1951 tentang bahan peledak dan senjata api. Bisa juga mengarah kepada pasal UU No 15 tahun 2003 tentang terorisme.(findamuhtar)
Airmadidi-Masyarakat Desa Likupang II Kecamatan Likupang Timur (Liktim) Kabupaten Minahasa Utara (Minut) akhir-akhir ini dibuat resah dengan aksi teror dengan menggunakan bom.
Teror bom tersebut adalah penggunaan bom ikan yang dilakukan oknum-oknum tidak bertanggungjawab yang menyebabkan menurunnya pendapatan nelayan tradisional setempat.
“Sudah lama mereka menggunakan bom ikan. Dampaknya bukan hanya ekosistem rusak, terumbu karang rusak, tapi ikan-ikan langsung lari ke tengah laut. Dan nelayan tradisional yang menjaring ikan lebih sulit mendapat ikan,” keluh sejumlah nelayan.
Tidak hanya itu, intensitas tinggi dari bom ikan yaitu dilakukan sekali dalam 2 sampai 3 hari, membuat nelayan setempat lebih gigit jari.
“Ikan pada kedalaman 10-15 meter, sekali bom langsung mati semua sampai ikan-ikan kecil. Pelakunya bukan nelayan di desa ini,” lanjut para nelayan.
Kumtua Likupang II Sarjan Maramis saat dikonfirmasi Rabu (14/6/2017) malam, membenarkan keluhan warga.
Menurut Sarjan, beberapa waktu lalu pemerintah pernah menangkap pelaku bom ikan tersebut.
“Namun sepertinya mereka tidak jerah. Karena itu saya berharap agar kepolisian bisa bertindak,” ujar Sarjan.
Penggunaan bom untuk menangkap ikan juga turut menjadi perhatian pemerintah nasional.
Para pelaku bisa diserat Pasal 85 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dengan ancaman pidana penjara 5 tahun dan denda maksimal Rp 2 miliar.
Pada beberapa kasus, polisi ada juga aturan apa akan menjerat pelaku peledakan bom ikan tersebut, dalam hal ini betul ada penyimpangan, bisa mengarah ke UU Darurat No 12 Tahun 1951 tentang bahan peledak dan senjata api. Bisa juga mengarah kepada pasal UU No 15 tahun 2003 tentang terorisme.(findamuhtar)