Manado – Black out ini dianggap sebagai sesuatu yang merugikan, karena dengan terjadinya Black Out ekonomi terhenti.
Apabila terjadi black out, maka secepat mungkin diselidiki penyebabnya, diperbaiki, diinformasikan kepada masyarakat, dan bila ada unsur kelalaian manusia, maka akan diselidiki serius siapa yang bertanggung-jawab untuk dimintai pertanggungjawabannya.
Pernyataan tersebut diutarakan Stefan Obadja Voges, akademisi Unsrat dalam menanggapi terjadinya pemadaman arus listrik. Lebih lanjut dikatakannya, jika ada unsur kesengajaan sehingga terjadinya black out, maka hal tersebut dapat di pidana, dengan resiko pemecatan bahkan penjara, karena telah merugikan banyak orang. Kecuali force majeur, kita tidak dapat menyalahkan siapa-siapa.
“Di Indonesia, kelihatannya Black Out ini dianggap hal yang biasa-biasa saja. Mungkin karena masyarakat kita belum/tidak merasakan langsung kerugiannya. Kita bisa melihat langsung salah satu contoh kerugian adalah terhentinya aktivitas perkantoran karena komputer dan alat lain tidak berfungsi. Bahkan di kantor-kantor pemerintah pun pegawai jadi tidak bekerja dengan alasan mati lampu. Pelayanan publik jadi tidak berjalan,” kata Stefan Obadja Voges.
Dampak terjadinya black out tersebut, lanjut dosen Fakultas Hukum Unsrat ini bahwa saat ini pemerintah bahkan perkantoran swasta harus mengeluarkan biaya ekstra untuk pengadaan genset dan solar/bensin sebagai bahan bakar. Hal ini tentunya tidak perlu terjadi jika suplay power listrik bagus.
“Memang kondisi suplay power di Indonesia sedang mengalami krisis, termasuk di Sulut. Masyarakat juga sudah memaklumi keadaan ini, tapi bukan berarti pemerintah dan perusahaan penyuplai kemudian terus menerus membiarkan keadaan menjadi semakin parah. Kita tahu bahwa negara kita sedang mengalami krisis listrik, jadi untuk sementara kita pun rela keluar ongkos ekstra untuk genset dan bahan bakarnya. Tapi ingat, itu langkah taktis sementara! Bukan berarti dijadikan solusi permanen!,” tegasnya.
“Masa kita menggantungkan pemakaian listrik dari genset selamanya? Peruntukan bahan bakar pun jadi tidak tepat guna. Pemerintah dan PLN harus cepat mencarikan solusi agar masyarakat tidak terus menerus dirugikan. Minimal ada suplay power alternatif yang harus dipikirkan pemerintah, sehingga saat PLN bermasalah atau sedang diperbaiki, suplay power alternatif itu yang di gunakan. Tapi ingat, sekali lagi itupun hanya untuk sementara,” tandasnya. (leriandokambey)
Manado – Black out ini dianggap sebagai sesuatu yang merugikan, karena dengan terjadinya Black Out ekonomi terhenti.
Apabila terjadi black out, maka secepat mungkin diselidiki penyebabnya, diperbaiki, diinformasikan kepada masyarakat, dan bila ada unsur kelalaian manusia, maka akan diselidiki serius siapa yang bertanggung-jawab untuk dimintai pertanggungjawabannya.
Pernyataan tersebut diutarakan Stefan Obadja Voges, akademisi Unsrat dalam menanggapi terjadinya pemadaman arus listrik. Lebih lanjut dikatakannya, jika ada unsur kesengajaan sehingga terjadinya black out, maka hal tersebut dapat di pidana, dengan resiko pemecatan bahkan penjara, karena telah merugikan banyak orang. Kecuali force majeur, kita tidak dapat menyalahkan siapa-siapa.
“Di Indonesia, kelihatannya Black Out ini dianggap hal yang biasa-biasa saja. Mungkin karena masyarakat kita belum/tidak merasakan langsung kerugiannya. Kita bisa melihat langsung salah satu contoh kerugian adalah terhentinya aktivitas perkantoran karena komputer dan alat lain tidak berfungsi. Bahkan di kantor-kantor pemerintah pun pegawai jadi tidak bekerja dengan alasan mati lampu. Pelayanan publik jadi tidak berjalan,” kata Stefan Obadja Voges.
Dampak terjadinya black out tersebut, lanjut dosen Fakultas Hukum Unsrat ini bahwa saat ini pemerintah bahkan perkantoran swasta harus mengeluarkan biaya ekstra untuk pengadaan genset dan solar/bensin sebagai bahan bakar. Hal ini tentunya tidak perlu terjadi jika suplay power listrik bagus.
“Memang kondisi suplay power di Indonesia sedang mengalami krisis, termasuk di Sulut. Masyarakat juga sudah memaklumi keadaan ini, tapi bukan berarti pemerintah dan perusahaan penyuplai kemudian terus menerus membiarkan keadaan menjadi semakin parah. Kita tahu bahwa negara kita sedang mengalami krisis listrik, jadi untuk sementara kita pun rela keluar ongkos ekstra untuk genset dan bahan bakarnya. Tapi ingat, itu langkah taktis sementara! Bukan berarti dijadikan solusi permanen!,” tegasnya.
“Masa kita menggantungkan pemakaian listrik dari genset selamanya? Peruntukan bahan bakar pun jadi tidak tepat guna. Pemerintah dan PLN harus cepat mencarikan solusi agar masyarakat tidak terus menerus dirugikan. Minimal ada suplay power alternatif yang harus dipikirkan pemerintah, sehingga saat PLN bermasalah atau sedang diperbaiki, suplay power alternatif itu yang di gunakan. Tapi ingat, sekali lagi itupun hanya untuk sementara,” tandasnya. (leriandokambey)