Olly Dondokambey
DIA anak bungsu dari 10 bersaudara. Sebagai bungsu, Olly Dondokambey sering dibawa ayahnya Alexander Dondokambey ke kebun dengan naik roda sapi, sehingga masa kecilnya memang lebih banyak berada di kebun. Naik roda dan bermain di telaga menjadi kegemaran Olly kecil. Tidak banyak yang berubah dari Olly, menurut cerita teman-teman sebayanya, sejak kecil dulu hingga sekrang Olly lebih gampang ditemui di kebun.
“Mencari Olly di kebun lebih mudah dari mencari Olly di Manado atau Jakarta,” kata Berty Kapojos, Ketua DPRD Minahasa Utara yang juga mantan Hukum Tua Desa Kolongan suatu ketika. Benar, selama lebih 10 tahun ini Olly memang lebih sering ada di kebunnya di Desa Kolongan Kecamatan Kalawat, Kabupaten Minahasa Utara, manakala dia kembali ke Manado dari Jakarta.
Kebun rupanya menjadi tempat paling nyaman dan menyenangkan bagi Olly dan keluarganya. Jika kembali ke Manado, Olly memang tidak sering berada di rumahnya di Tikala. Olly juga tidak membangun rumah di kawasan perumahan elite, Olly juga jarang berlama-lama di lobby hotel. “Pak Olly benar-benar suka di kebun, terima tamu, istirahat, rapat, acara keluarga, ibadah selalu diarahkan di kebun Kolongan,” ujar Tino Sinaga, staf rumah tangga Olly.
Mengapa Olly memberi banyak waktu di kebun ? Olly menjawab ringan. “Masih kacili dulu, kita pe papa deng mama so bawa-bawa di kobong, jadi kita hari-hari di kobong, anak kobong, ” kata Olly. Diceritakan, mereka 10 bersaudara semuanya diajar mengenal kehidupan pertanian sebagaimana layaknya anak petani walau tetap harus sekolah. “Pagi di sekolah siang sampe sore di kobong, baku tulung deng papa mama, karena kita anak bungsu kita baku tulung yang kecil-kecil,” kenang Olly lagi.
Bahkan, kakak Olly, Adriane Dondokambey menceritakan, mereka bukan cuma sekedar menjadi anak petani tetapi mereka juga diajarkan membantu orang tua mengolah hasil pertanian. “Anak laki-laki termasuk Olly diajar bakupas kalapa, bacukur kalapa di mesin cukur kemudian dimasak, dan torang anak perempuan jual minya kalapa di Manado,” cerita Andriane yang kini Anggota Deprov Sulut mengenang masa kecilnya bersama adiknya Olly, tahun 1960-an.
Semasa kecil Olly memang lebih sering di kebun dengan ayah mereka. Tetapi yang Olly paling suka main di telaga dan nae roda sapi. Kehidupan sehari-hari Olly memang lebih banyak di kebun. Tidak heran sekarang di kebun Olly di Kolongan memang ada beberapa telaga pemeliharaan ikan.
Waktu kecil dulu, Olly suka skali tangka-tangka ikang di talaga. Kalu mo buka talaga dia lebe dulu sampe di talaga – kenang Adriane.
Sebagai anak bungsu dari 10 bersaudara, Olly memang sering diajak ayah mereka Alexander Dondokambey ke kebun.
“Saya ingat sekali, si bungsu Olly suka sekali duduk disamping papa nae roda sapi,” kenang Adriane. Mungkin karena anak bungsu Olly memang dikenal dekat dengan ayah mereka yang setiap hari ada di kebun.
BERKEBUN bagi Olly bukan hal yang dibuat-buat. “Ini menjadi kesukaan saya sejak dulu. Saya suka tanaman, saya suka telaga, saya suka kasih makan ikan di kolam,” kata Olly. Sampai sekarang, katanya, pekerjaan-pekerjaan kecil petani ikan dan petani kelapa masih bisa dikerjakannya karena dulu memang diajarkan orang tuanya.
Dulu kita bisa nae kalapa, mar skarang so nembole, hahaha – kata Olly santai.
Tetapi untuk pekerjaan kecil di tempat pembuatan kopra seperti kore
kalapa, kupas kalapa, dan kumpul kelapa Olly masih cukup mahir. Demikian juga soal memelihara ikan di telaga, baik soal makanan dan bibit ikan, pengetahuan Olly sangat baik. “Olly tau skali pilih bibit ikan,” kata kakak iparnya Nandi menyambung percakapan.
Saat ditemui di kebun di kolongan Olly tampak sedang bersiap ke sawah membantu menanam padi. Memang di kebun Olly di Kolongan ada beberapa kolam ikan, beberapa petak sawah, juga kebun kelapa, kebun sayur, dan palawija lainnya. “Ini hasil kebun sebenarnya lebih kepada hobby dan for pake makang bersama kalu panen. Nanti kalu panen padi empat bulan depan, tamang-tamang wartawan datang makang beras baru di sini,” guraunya sambil menanam padi di sawah.
Setelah sekitar setengah jam menanam padi, Olly kemudian melanjutkan perbincangan tentang pertanian. “Semoga kesukaan saya pada pertanian ini dapat menjadi motivasi. Sulut ini masih tetap provinsi pertanian dan perikanan,” ujarnya. Sebagian besar penduduk kita adalah petani, PDRB Sulut sebagian besar dari pertanian dan perikanan, pertanian masih merupakan warisan kearifan local.
Potensi pertanian di Sulawesi Utara, menurut Olly sebenarnya anugerah luar biasa. “Saya sudah ke banyak daerah dan negara. Tetapi saya tidak temukan tanah vulkan sesubur seperti di Sulawesi Utara,” katanya. Jawa, Sumatera subur, Bali subur, tetapi kesuburan tanah vulkan di Sulawesi Utara melebihi semua itu. Hal ini dibenarkan oleh para ilmuwan, termasuk sang legenda petualang, Alfred Russel Wallcea yang mencatat seperti ini, di Hindia Belanda (Indonesia) ada dua wilayah yang amat subur, Pulau Jawa dan di Utara Sulawesi.
Potensi pertanian dan perikanan yang demikian baik, lanjut Olly, sudah sepatutnya kita kembangkan terus melalui upaya-upaya kreatif inovatif. Nanti, kalau dipercayakan rakyat, saya akan berupaya focus di pedesaan membangun Sulawesi Utara. “Desa berarti pertanian, pertanian berarti kebun. Produksi kita tingkatkan, kualitas kita kembangkan dengan tehnologi, pasar kita jangkau,” ujarnya.
Olly berkeyakinan, dengan memodernisasi dan memfasilitasi berbagai potensi pertanian, Sulawesi Utara akan mengalami revolusi pertanian babak kedua.
Tentu saja, katanya, semua pihak baik pemerintah dan masyarakat bersama-sama bekerja dan terus bekerja membangkitkan pertanian dari keterlenaan.
“Kita tidak bukan cuma generasi yang menuai, tetapi kita juga harus jadi generasi yang menanam,” pungkas Olly.
(Ads/Joppie Worek)