BITUNG —Dianggap kondisi dan suasana kampung tidak aman lagi, tokoh masyarakat Girian Atas Kota Bitung menggelar doa bersama atau doa tolak bala. Pasalnya berbagai persoalan yang sempat terjadi di Girian Atas, mulai dari hilangnya sejumlah hasil bumi warga, kemudian meninggalnya sejumlah warga secara berturut-turut, memaksa pihak kelurahan dan tokoh agama untuk melakukan prosesi doa teritorial yang dahulu kala dikenal dengan istilah “ator kampung”.
“Kegiatan ini sudah lama tak dilaksanakan, tapi karena sejumlah persoalan sempat terjadi di kelurahan ini, maka atas ide dan usulan warga, kegiatan ini bisa dilaksanakan. Tapi kalau dulu dengan cara memotong hewan untuk melihat hatinya, kini prosesi itu diganti dengan prosesi doa teritorial,” kata Lurah Girian Atas, Henny Pauned, Selasa (01/03) subuh.
Dijelaskannya, kalau prosesi ini diikuti oleh seluruh warga Girian yang berasal dari semua denominasi gereja, ditambah dengan jamaah Muslim yang melakukan doa dan kidung rohani di batas-batas kelurahan dan sepanjang jalan Kelurahan Girian Atas.
Sementara itu, Ketua Jemaat GMIM Baitel Girian, Pdt JCM Waworuntu, dalam khotbah ibadah Oikumene tersebut mengatakan kalau warga Girian
harus merubah perilaku apabila selama ini ada yang salah dan tidak berkenan kepada Tuhan.
“Ini harusnya menjadi momen pertobatan seluruh warga Girian,” katanya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh pimpinan Masjid Jemaah Asy Syakirim Girian Atas, Hj Eko Cahyono Wibisono, kalau ini sudah menjadi tekat semua warga Girian Atas.
“Kami sangat mengharapkan agar kegiatan ini bisa dilaksanakan setiap tahun sebagai momen introspeksi diri warga yang takut akan Allah,” katanya.
Kegiatan ini juga dihadiri pimpinan Gereja Pantekosta jemaat Victory, pimpinan Gereja Karismatik dan Gereja Kristen Anugerah serta jemaat Katolik. (en)
BITUNG —Dianggap kondisi dan suasana kampung tidak aman lagi, tokoh masyarakat Girian Atas Kota Bitung menggelar doa bersama atau doa tolak bala. Pasalnya berbagai persoalan yang sempat terjadi di Girian Atas, mulai dari hilangnya sejumlah hasil bumi warga, kemudian meninggalnya sejumlah warga secara berturut-turut, memaksa pihak kelurahan dan tokoh agama untuk melakukan prosesi doa teritorial yang dahulu kala dikenal dengan istilah “ator kampung”.
“Kegiatan ini sudah lama tak dilaksanakan, tapi karena sejumlah persoalan sempat terjadi di kelurahan ini, maka atas ide dan usulan warga, kegiatan ini bisa dilaksanakan. Tapi kalau dulu dengan cara memotong hewan untuk melihat hatinya, kini prosesi itu diganti dengan prosesi doa teritorial,” kata Lurah Girian Atas, Henny Pauned, Selasa (01/03) subuh.
Dijelaskannya, kalau prosesi ini diikuti oleh seluruh warga Girian yang berasal dari semua denominasi gereja, ditambah dengan jamaah Muslim yang melakukan doa dan kidung rohani di batas-batas kelurahan dan sepanjang jalan Kelurahan Girian Atas.
Sementara itu, Ketua Jemaat GMIM Baitel Girian, Pdt JCM Waworuntu, dalam khotbah ibadah Oikumene tersebut mengatakan kalau warga Girian
harus merubah perilaku apabila selama ini ada yang salah dan tidak berkenan kepada Tuhan.
“Ini harusnya menjadi momen pertobatan seluruh warga Girian,” katanya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh pimpinan Masjid Jemaah Asy Syakirim Girian Atas, Hj Eko Cahyono Wibisono, kalau ini sudah menjadi tekat semua warga Girian Atas.
“Kami sangat mengharapkan agar kegiatan ini bisa dilaksanakan setiap tahun sebagai momen introspeksi diri warga yang takut akan Allah,” katanya.
Kegiatan ini juga dihadiri pimpinan Gereja Pantekosta jemaat Victory, pimpinan Gereja Karismatik dan Gereja Kristen Anugerah serta jemaat Katolik. (en)