Manado – Bencana banjir yang menenggelamkan Kota Manado kini sudah berusia dua pekan. Namun upaya untuk bangkit dari kedahsyatan alam tersbeut sampai detik ini masih terlihat. Usaha warga untuk membersihkan lumpur dari dalam dan luar rumah masih terus dilakukan. Dengan dibantu tenaga sukarela dari berbagai penjuru Minahasa, semua bekerja seperti hendak ke sawah saja. Pagi berjibaku dengan lumpur, sore harinya pulang rumah, begitu seterusnya.
Itulah aktivitas warga yang daerahnya mengalam kejadian terparah saat bencana. Seperti di Kelurahan Banjer, Tikala Ares, Tikala Baru, Dendengan Dalam, Paal Dua, seluruh warga bahu membahu memerangi lumpur yang mulai mengering di rumahnya. Balum lagi lumpur yang menggenangi sekolah yang mencapai ketinggian setengah badan orang dewasa. Sementara anak-anak dengan begitu cerianya mengais benda-benda dalam tumpukan lumpur.
Ada beberapa hal yang perlu direfleksikan dari kejadian ini. Pertama yaitu masyarakat harus menyadari bahwa bencana tersebut adalah suara alam yang sekian lama terhimpit oleh sampah. Kedua adalah pentingnya menjaga kebersihan dan keseimbangan alam. Ketiga, menanam pohon minimal di pekarangan rumah sendiri. Keempat, jangan ada lagi pembangunan rumah yang menutupi daerah resapan air.
Namun dari semua hal itu, yang paling penting kedepannya adalah bagaimana pemerintah dan masyarakat mau bekerja sama untuk melakukan hal-hal yang berorientasi pada pelestarian lingkungan, bukan sebaliknya. Sebodoh-bodohnya masyarakat, jika suaranya mengatakan jangan, pemerintah harus coba untuk mendengarkannya. Sebaliknya juga, aturan pemerintah perlu untuk masyarakat patuhi.
Wilayah Kelurahan Paal Dua Misalnya. Sebagai Daerah yang memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) Tondano, senantiasa berupaya untuk memperbaiki diri dengan melakukan berbagai upaya penyadaran warganya untuk tidak membuang sampah di sungai. Itulah sebabnya, pembangunan kantor kelurahan yang baru sengaja dipilih di kompleks lingkungan tiga, yang letaknya tepat dipinggir sungai. Menurut Lurah Paal Dua Olga Kaeng itu untuk memonitor perilaku warga.
“Memang ini juga beresiko jika meluapnya air sungai. Namun kami sebagai kepala pemerintahan di wilayah ini tidak ingin hanya main perintah perangkat kelurahan untuk melakukan pemantauan aktivitas warga di sekitar sungai. Saya juga ingin melihat langsung apa benar warga sudah menyadari pentingnya tidak buang sampah di sungai atau sebaliknya. Dengan demikian, kita bisa tahu kebijakan dan tindakan apa yang harus diambil kedepannya,” ungkap Kaeng. (Frangki Wullur)
Manado – Bencana banjir yang menenggelamkan Kota Manado kini sudah berusia dua pekan. Namun upaya untuk bangkit dari kedahsyatan alam tersbeut sampai detik ini masih terlihat. Usaha warga untuk membersihkan lumpur dari dalam dan luar rumah masih terus dilakukan. Dengan dibantu tenaga sukarela dari berbagai penjuru Minahasa, semua bekerja seperti hendak ke sawah saja. Pagi berjibaku dengan lumpur, sore harinya pulang rumah, begitu seterusnya.
Itulah aktivitas warga yang daerahnya mengalam kejadian terparah saat bencana. Seperti di Kelurahan Banjer, Tikala Ares, Tikala Baru, Dendengan Dalam, Paal Dua, seluruh warga bahu membahu memerangi lumpur yang mulai mengering di rumahnya. Balum lagi lumpur yang menggenangi sekolah yang mencapai ketinggian setengah badan orang dewasa. Sementara anak-anak dengan begitu cerianya mengais benda-benda dalam tumpukan lumpur.
Ada beberapa hal yang perlu direfleksikan dari kejadian ini. Pertama yaitu masyarakat harus menyadari bahwa bencana tersebut adalah suara alam yang sekian lama terhimpit oleh sampah. Kedua adalah pentingnya menjaga kebersihan dan keseimbangan alam. Ketiga, menanam pohon minimal di pekarangan rumah sendiri. Keempat, jangan ada lagi pembangunan rumah yang menutupi daerah resapan air.
Namun dari semua hal itu, yang paling penting kedepannya adalah bagaimana pemerintah dan masyarakat mau bekerja sama untuk melakukan hal-hal yang berorientasi pada pelestarian lingkungan, bukan sebaliknya. Sebodoh-bodohnya masyarakat, jika suaranya mengatakan jangan, pemerintah harus coba untuk mendengarkannya. Sebaliknya juga, aturan pemerintah perlu untuk masyarakat patuhi.
Wilayah Kelurahan Paal Dua Misalnya. Sebagai Daerah yang memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) Tondano, senantiasa berupaya untuk memperbaiki diri dengan melakukan berbagai upaya penyadaran warganya untuk tidak membuang sampah di sungai. Itulah sebabnya, pembangunan kantor kelurahan yang baru sengaja dipilih di kompleks lingkungan tiga, yang letaknya tepat dipinggir sungai. Menurut Lurah Paal Dua Olga Kaeng itu untuk memonitor perilaku warga.
“Memang ini juga beresiko jika meluapnya air sungai. Namun kami sebagai kepala pemerintahan di wilayah ini tidak ingin hanya main perintah perangkat kelurahan untuk melakukan pemantauan aktivitas warga di sekitar sungai. Saya juga ingin melihat langsung apa benar warga sudah menyadari pentingnya tidak buang sampah di sungai atau sebaliknya. Dengan demikian, kita bisa tahu kebijakan dan tindakan apa yang harus diambil kedepannya,” ungkap Kaeng. (Frangki Wullur)