Manado – Konstitusi negara kita mengamanatkan pemerintah wajib melindungi segenap rakyat Indonesia, termasuk memperhatikan kesejahteraan buruh. Praktek-praktek ketidakadilan terhadap kaum buruh oleh karena sistem Outsourcing yang berlaku hingga saat ini harus dihentikan.
“Kaum buruh pantas hidup sejahtera mereka bukan masyarakat kelas 2, kaum buruh mestinya ditempatkan setara sebagai mitra yang strategis dan seimbang dengan pengusaha. Kita sangat membutuhkan investasi, penyediaan lapangan pekerjaan bagi rakyat tetapi pemerintah tidak boleh membiarkan aturan perundang-undangan kita didikte oleh investor yang tujuannya melemahkan hak-hak buruh, itu sama saja dengan penghianatan terhadap bangsa dan negara,” terang Melki Suawah, Wakil Sekretaris Partai Gerindra Sulut dalam rilis yang dikirim ke BeritaManado.com.
Kemudian pemerintah kembali berencana akan mengurangi subsidi BBM dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah beralasan selama ini subsidi tak tepat sasaran dan menjadi beban APBN.
Pertanyaannya kenapa baru sekarang lagi bicara beban APBN? Ini menunjukkan pemerintah tak punya rencana dan antisipasi yang matang.
Dia menyebutkan kenaikan BBM akan mempersulit kehidupan rakyat yang sudah susah. Inflasi akan naik. Harga-harga melambung tinggi. Jelas, rakyat akan makin menderita karena kebijakan ini. Dan kaum buruh akan sangat menderita, karena beban perusahan akan naik dan biasanya efisiensi akan berujung pada pemutusan hubungan kerja.
“Padahal kita tahu masih marak pencurian BBM. Ini juga salah satu penyebab jebolnya subsidi BBM. Pemerintah membatasi pemakaian solar, premium bagi kendaraan dinas, perkebunan, dan. pertambangan. Tapi, ternyata tak efektif. Selain tak ada sanksi tegas bagi pelanggarnya, di lapangan, BBM subsidi yang harusnya disalurkan dari depot-depot ke SPBU, bisa langsung ke pertambangan, perkebunan. Tidak ke SPBU. Maksud hati ingin batasi subsidi tapi semua tak terencana,” tuturnya.
Subsidi jangan sampai diselewengkan. Rencana pemerintah membuat dua harga BBM juga perlu dilihat kembali. Ini gagasan dadakan yang rawan penyimpangan. Harga BBM di SPBU harusnya satu harga dengan harga keekonomian. Dengan catatan, harga keekonomian perlu dibahas secara transparan. Kalau efisien dan minus korupsi, harusnya harga BBM tak perlu naik. Subsidi memang harus tepat sasaran, harus dinikmati rakyat banyak.
“Pemerintah harus pikir seribu kali menaikkan BBM sampai segala usaha telah maksimal. Ini harus menjadi opsi paling akhir ketika jalan sudah buntu,” kunci Suawah. (aha)