Manado – KPU Daerah di Sulut harus betul-betul mengambil langkah tegas menindaklanjuti laporan aduan masyarakat terkait bakal caleg yang akan maju dalam Pemilu 2014. Sebab, selain bisa saja ada nama bakal caleg yang nantinya kedapatan ganda dan muncul di dua partai politik dan dapil yang berbeda, dan juga ada bakal caleg yang bermasalah.
Demikian disampaikan pengamat politik dan kemasyarakatan Sulut, Mahyudin Damis.
Dijelaskan dosen FISIP Unsrat Manado, hal Ini penting dilakukan agar masyarakat tidak akan salah memilih figur-figur yang ditawarkan oleh partai politik.
“Kondisi ini memungkinkan bisa saja terjadi karena mengingat adanya peraturan KPU yang mengharuskan bakal caleg mengantongi surat keterangan dari pengurus parpol sebelumnya jika pindah partai. Dalam masa KPUD sedang melakukan verifikasi atas daftar calon sementara (DCS) Pemilu 2014, sebelum masuk tahap perbaikan DCS atau bahkan DCT, pengurus partai politik sangat bisa memanfaatkan kesempatan ini guna menaikkan citra partai,” ulas Damis.
Sebab, sebelum caleg-calegnya diumumkan pengurus partai telah berupaya keras agar figur-figur yang hendak mereka jual adalah betul-betul figur yang menjanjikan perubahan. Tak ada yang cacat moral dan cacat hukum.
“Jadi, KPUD dan parpol jangan main kongkalingkong dengan bakal caleg yang tidak memenuhi syarat baik secara administratif maupun secara moral. Jangan lagi ada kasus soal dugaan ijazah palsu, dan terlibat tindak pidana.
Bila parpol menemukan nama-nama yang tidak memenuhi syarat tadi, maka ambil langkah tegas yaitu dengan mencoret nama yang bersangkutan bakal caleg. Kalau perlu pengurus partai memberitakan di media bahwa ada bakal caleg yang tidak memenuhi syarat sebagaimana yang disyaratkan oleh peraturan dan perundangan telah kami keluarkan,” terangnya.
Ini bukti bahwa partai tersebut betul-betul tak ingin menjerumuskan atau membodohi masyarakat. Itulah pentingnya adanya masa laporan aduan dari masyarakat terkait track record bakal caleg.
Namun demikian, KPUD juga harus menghindari masuknya laporan palsu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. “Misalkan dalam laporan itu harus ada data diri seperti KTP atau kartu identitas. Ini menghindari fitnah atau ketidaksenangan seseorang terhadap bakal caleg yang hendak “dijual” sebuah partai politik,” pungkas Damis. (aha)