Dari kiri ke kanan, Plh OJK Sulut Dwi Suharyanto, Roberto Akyuwen
Manado – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) antara lain dengan melakukan koordinasi dengan melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koperasi dan UKM, serta pemangku kepentingan lainnya.
Sesuai UU, pembina dan pengawasan LKM bertujuan untuk meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat, membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktifitas masyarakat terutama masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah.
Pada bulan Juli 2014, untuk mempermudah koordinasi pelaksanaan UU LKM, telah dilakukan Nota Kesepahaman antara OJK, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Koperasi dan UKM.
“Ruang lingkup koordinasi antara lain dalam bentuk sosialisasi UU penyusunan peraturan pelaksanaan UU LKM, dan pendataan SDM pemerintah daerah/kota yang akan bertugas menjadi pembina dan pengawas LKM,” ujar Robert Akyuwen selaku Analis Eksekutif Senior Pengelolaan Keuangan Mikro.
Lanjutnya, Sebagai informasi, berdasarkan naskah akademis RUU LKM saat ini terdapat 637.838 LKM tersebar di seluruh Indonesia dan sampai dengan akhir Desember 2014 OJK mendata sejumlah 19.334 LKM yang belum berbadan hukum.
OJK memiliki target sampai dengan Januari 2016 untuk melakukan pengukuhan LKM yang belum berbadan hukum.
Dalam rangka terselenggaranya pembinaan dan pengawasan LKM, OJK telah merampungkan beberapa peraturan pelaksanaan UU LKM, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 89 Tahun 2014 tentang Suku Bunga Pinjaman atau Imbal Hasil Pembiayaan dan luas cakupan wilayah Usaha LKM; POJK Nomor 12/POJK.05/2014 tentang perizinan Usaha dan Kelembagaan LKM; POJK Nomor 13/POJK.05/2014 tentang penyelenggaraan Usaha LKM; dan POJK Nomor 14/POJK tentang Pembinaan dan Pengawasan LKM.
Dalam peraturan OJK disebutkan bahwa sebelum menjalankan kegiatan usahanya, LKM wajib memiliki izin usaha dari OJK.
Bentuk badan Hukum LKM bisa berbentuk hukum LKM bisa berbentuk koperasi atau perseroan terbatas (PT). Untuk PT, sahamnya paling sedikit 60% wajib dimiliki oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atau badan usaha milik desa/kelurahan.
Sedangkan sisanya dapat dimiliki oleh warga Negara Indonesia (WNI) dan atau koperasi. Untuk kepimilikan WNI atas saham PT dimaksud maksimum 20%. Dengan demikian, LKM hanya dapat dimiliki oleh WNI, badan usha milik desa/kelurahan, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan koperasi.
Kata Akyuwen, adapun LKM dilarang dimiliki baik secara langsung maupun tidak langsung oleh warga Negara atau badan usaha yang sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh WNA atau badan usaha asing.
Terkait dengan modal disetor atau simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah LKM ditetapkan berdasarkan cakupan wilayah usaha yaitu desa/kelurahan, kecamatan, atau kabupaten/kota, yang terdiri dari minimal Rp50.000.000,- untuk cakupan wilayah desa/kelurahan, Rp100.000.000,- untuk kecamatan, dan Rp500.000.000,- untuk kebupaten/kota.
Dikesempatan yang sam, Plh OJK Sulut Dwi Suharyanto Kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha, baik secara konvesional ataupun prinsip syariah.
Batas pinjaman atau pembiayaan terendah yang dilayani LKM sebesar Rp50.000,- sedangkan batas maksimum paling tinggi 10% dari modal LKM untuk nasabah kelompok dan 5% untuk seorang nasabah. Adapun Sumber pendanaan LKM hanya dapat berasal dari ekuitas, simpanan, pinjaman, dan atau hibah.
LKM wajib menyampaikan laporan keungan secara berkala setiap 4 bulan untuk periode yang berakhir pada tanggal 30 April, 31 Agustus, dan 31 Desember kepada OJK dan dilakukan paling lambat pada akhir bulan berikutnya.
UU LKM mulai berlaku sejak tanggal 8 Januari 2015.Bagi lembaga keuangan mikro yang telah berlaku sebelum berlakunya UU LKM tersebut dan belum mendapatkan izin usaha berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, wajib memperoleh izin usaha pengukuhan sebagai LKM dari OJK paling lambat pada tanggal 8 Januari 2016. Lembaga-lembaga tersebut antara lain Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP), Baitul Maal wa Tamwil, Baitul Tamwil Muhammadiyah (BTM), dan lembaga lain yang dipersamakan dengan itu.
Dalam rangka persiapan pembinaan LKM, OJK telah melakukan persiapan sumber daya manusia dan infrastruktur, yaitu melakukan pelatihan dasar pembinaan dan pengawasan LKM bagi pegawai SKPD Kabupaten/Kota yang ditunjuk menjadi Pembina dan pengawas LKM dan mempersiapkan sarana pendukung operasional pengawasan. Kemudian OJK membangun Sistem Informasi Geografis (SIG) LKM berbasis web-based, untuk menampung data hasil inventarisasi LKM, dan Sistem Informasi (SI) LKM berbasis web-based, untuk mempermudah perizinan dan laporan keuangan sehingga mempermudah pengawasan OJK terhadap LKM.
Dalam rangka pelaksanaan UU LKM, pada tahun 2015 OJK akan mengintensifkan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koperasi dan UKM, Pemerintah Daerah, Pemangku Kepentingan lainnya, melanjutkan sosialisasi UU LKM dan Peraturan pelaksanaanya kepada pelaku LKM dan instansi terkait serta pelatihan dasar pembinaan dan pengawasan LKM bagi SKPD Kabupaten/Kota di Keuangan LKM Syariah dan Akad-Akad Berdasarkan Prinsip Syariah Bagi LKM Syariah, melanjutkan program inventarisasi LKM yang belum berbadan hukum, menyempurnakan Sistem Informasi Geografis LKM berbasis web-based, dan melakukan pengukuhan LKM yang belum berbadan hukum (sampai dengan 8 Januari 2016). (risat)