Sonder – Tiga puluh tahun bukan waktu yang singkat untuk sesuatu yang bisa dilakukan seorang laki-laki. Menggeluti dunia ‘porno’ lebih dari seperempat abad dan sehari bisa 60 kali, itulah yang dilakukan Frets Manayang (58), warga Kecamatan Sonder.
Kepada BeritaManado.com, Sabtu (21/5/2016), Om Frets sapaan akrabnya mengaku bahwa dia tidak sendirian, melainkan ditemani oleh oleh seorang juragan tungku Jantje Mangare (66) yang juga adalah warga Sonder.
Om Frets menuturkan bahwa jika kondisi cuaca sedang bersahabat, angka maksimal 60 kali bisa dicapai. Sedangkan apabila sedang hujan atau ada halangan lain, maka sehari hanya dapat melakukan sebanyak 30 kali bersama dengan sang juragan.
Dian Mangare (45) anak sang juragan tungku juga ternyata mengetahui apa yang dilakukan Om Frets bersama ayahnya. Namun itu dianggap bukanlah sesuatu yang negatif seperti anggapan masyarakat di zaman modern saat ini.
“Pekerjaan ayah saya yaitu membuat tungku. Benda yang biasa digunakan untuk memasak itu menurut bahasa lokal masyarakat Sonder disebut porno. Saya juga tidak mengetahui asal-usul sebutan porno itu untuk tungku,” kata Dian dengan nada santai.
Biasanya memang jika tidak ada halangan apa-apa, Om Frets dapat melakukan aktivitas membuat tungku atau porno sebanyak 60 kali. Namun jika ada halangan cuaca dan lain sebagainya, maka proses pembuatan tungku hanya bisa dilakukan sebanyak 30 kali.
Adapun tahapan membuat tungku menurut Dian yaitu mengambil tanah liat kemudian dicampur air sambil diinjak-injak. Kemudian dicampur lagi dengan debu sekam (kulit padi yang dibakar). Setelah itu baru masuk pada tahap pembentukan dalam sebuah wadah cetakan.
Selanjutnya tungku yang telah terbentuk dijemur selama beberapa hari, kemudian dilakukan pembentukan lubang untuk kayu api dan tempat meletakkan alat memasak seperti wajan. Selanjutnya tahap finishing dengan menggunakan kain yang dibasahi dan digosokkan pada tungku. Tujuannya adalah untuk membuat semua permukaan tungku jadi halus.
Setelah dijemur kembali, tungku dicat dan kemudian dijemur lagi sampai kering. Setelah itu tungku bisa dipajang di pinggir jalan dan siap menanti pembeli yang datang dari berbagai penjuru Minahasa. Bahkan ada yang dari Sangihe dan Kalimantan. (frangkiwullur)