Manado – Perdamaian pemerintah pusat dan Permesta diawali dengan pertemuan antara Panglima Divisi Brawijaya (sekarang Kodam) Kolonel Soerachman dengan FJ ‘Broer’ Tumbelaka pada medio Oktober 1959 di Jalan Ijen Kota Malang, Jawa Timur.
Selanjutnya, Broer Tumbelaka dalam misi sangat rahasia pada 5 Januari 1960 di kirim ke Sulawesi Utara, berbuah hasil yang sangat menggembirakan, yaitu terjadi peristiwa Permesta kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi yang di ikuti sekitar 25.000 pengikut Permesta dengan sekitar 7000 pucuk senjata dibawah kepemimpinan AE. Kawilarang, DJ Somba, Abe Mantiri, Wim Tenges dan kawan-kawan.
Broer Tumbelaka harus melalui 10 kali perundingan dengan para tokoh Permesta sampai pada tanggal 4 April 1961 di wilayah (sekarang) Minahasa Selatan (MinSel), tepatnya desa Malenos Baru dilaksanakan upacara kesepakatan antara Pangdam XIII/Merdeka, Brigjend. Soenandar Pridjosoedarmo dengan tokoh besar Permesta, DJ Somba.
Uapacara 4 April 1961 di MinSel dilanjutkan dengan upacara penerimaan pada 14 April di sekitar Woloan – Tomohon, yang dihadiri oleh Mayjend Hidajat dan Brigjend Ahmad Jani serta tokoh besar Permesta AE. Kawilarang.
Prosesi perdamaian ini ditutup dengan pertemuan antara Jenderal AH. Nasution dan AE. Kawilarang di Tomohon pada 12 Mei 1961 dan langsung dilanjutkan pada hari itu juga Jenderal AH. Nasution menerima pasukan Permesta di Papakelan, Tondano – Minahasa dalam suatu Upacara.
Broer Tumbelaka menuntaskan misi perdamaiannya dalam waktu sekitar 16 bulan. (***/JerryPalohoon)